Minggu, 07 November 2010

Resesi Amerika ? Inflasi di Indonesia !

Suatu financial keuangan negara di katakan kokoh jika memiliki perekonomian makro dan mikro yang kuat. Dan itu sebenarnya di miliki oleh sebuah negara adidaya Amerika serikat saat ini. Namun entah kenapa hal itu belum bisa menjamin suatu Negara agar tidak mengalami suatu resesi. Karena ada satu factor penting yang juga sangat mempengaruhi selain perekonomian makro dan mikro yang kuat, yaitu suatu keadaan di mana jika semakin maju suatu bangsa, maka semakin susah pula untuk mengalami pertumbuhan ekonomi.

Terlepas dari nilai angka yang structural dan statistical, pertumbuhan rata-rata di negara yang telah di katakan maju, tidak lebih dari 10%, atau bahkan di bawah 5 %. Ancaman krisis di Amerika Serikat tampaknya sudah di depan mata. Namun, banyak pihak memperkirakan bentuk gejolak yang bakal terjadi akan menjelma sebagai perlambatan pertumbuhan ekonomi negara superpower ini. Memang tak ada yang tahu akan separah apa krisis tersebut. Ekonom dari Goldman Sach mendefinisikannya sebagai tanda-tanda awal terjadinya resesi ekonomi di AS. Tinggal menunggu waktunya saja. Perlambatan ekonomi negara itu telah semakin mendekat. Bernanke menggambarkan perekonomian AS akan memburuk pada 2008 akibat gejolak di pasar perumahan, kenaikan harga minyak, dan melemahnya pasar saham, ungkap Gubernur The Federal Reserve Ben Bernanke pada tanggal 10 Januari 2008 Dari angka-angka ekspor nonmigas Indonesia ke AS selama ini yang tercatat di Badan Pusat Statistik dan diolah kembali oleh Departemen Perdagangan.
Sekilas terlihat betapa produk Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika karena ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah Jepang, suatu data yang sangat membagakan sekaligus mencengangkan karena ekonomi Indonesia sangat tergantung dengan AS. Seperti yang di lansir badan statistic perdagangan, Ekspor nonmigas Indonesia ke AS meningkat dari 7,17 miliar dollar AS pada 2002 menjadi 10,68 miliar dollar AS pada 2006 atau meningkat 11,74 persen. Selama Januari-Agustus 2007, ekspor ke AS sudah mencapai 7,48 miliar dollar AS atau meningkat 5,14 persen daripada periode yang sama tahun 2006. Itu artinya, peran ekspor ke AS terhadap total ekspor nonmigas Indonesia mencapai 12,45 persen, setingkat di bawah ekspor ke Jepang yang mencapai 15,36 persen. Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian menjelaskan bakal adanya gejolak perekonomian di AS pada 2008. Di dalam negeri kita, kalangan pemerintah sebenarnya sudah mulai sadar pada kondisi itu. Jauh- jauh hari, pada pertengahan November 2007. Namun, masih percaya tak akan ada resesi, hanya perlambatan pertumbuhan ekonomi. Perlambatan ekonomi bisa berarti banyak hal. Salah satu yang dipercaya akan terjadi adalah melemahnya daya beli penduduk Amerika. Oleh karena itu sebaiknya para eksportir segera mencari Negara alternative tujuan ekspor selain AS, Asia misalnya! Kemudian bagaimana hubungannya dengan inflasi? Dari sisi harga barang, Negara kita-pun belum aman dari potensi tekanan inflasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu dalam sebuah tulisannya mengungkapkan, adanya beberapa risiko yang mungkin menyebabkan tekanan terhadap laju inflasi tahun 2008.
Efek negative itu antara lain pertama, persepsi pelaku ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia. Ke-dua, proses konsolidasi pasar finansial global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan mereda.Ke-tiga, kemampuan produksi minyak domestik yang tidak sesuai target. Ke-empat, potensi peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi, terutama yang dipicu tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga. Ke-lima, risiko terkait kenaikan harga minyak dunia. Kelima dampak negative tersebut akan sangat membebani pencapaian target inflasi pada 2008 yang ditetapkan 5 persen dengan deviasi 1 persen. Kemudian apakah tidak ada solusinya, apakah pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa ? Obat pencegah laju inflasi itu pada dasarnya ada lima. Pertama, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi volatile food. Kedua, meminimalisasikan dampak administered price. Ke-tiga, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Ke-empat, menjaga agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah. Ke-lima, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan (output gap). Secara keseluruhan, inflasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan daya beli di masyarakat akan semakin berkurang. Karena uang yang beredar di masyarakat nilainya terus menurun. Hal itu secara tidak langsung dapat menurunkan angka lowongan kerja yang pada akhirnya angka pengangguran akan meningkat karena banyak pen- cari kerja yang tidak tertampung. Dampak resesi AS dapat di cegah dan di minimalisir jika departemen terkait dapat bekerja-sama dengan baik dan sinergi.

Sumber : http://go-kerja.com/resesi-amerika-inflasi-di-indonesia/

1 komentar:

  1. menurut saya ; produk Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika karena ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah Jepang, suatu data yang sangat membagakan sekaligus mencengangkan karena ekonomi Indonesia sangat tergantung dengan AS. Seperti yang di lansir badan statistic perdagangan, Ekspor nonmigas Indonesia ke AS meningkat dari 7,17 miliar dollar AS pada 2002 menjadi 10,68 miliar dollar AS pada 2006 atau meningkat 11,74 persen. Selama Januari-Agustus 2007, ekspor ke AS sudah mencapai 7,48 miliar dollar AS atau meningkat 5,14 persen daripada periode yang sama tahun 2006. Itu artinya, peran ekspor ke AS terhadap total ekspor nonmigas Indonesia mencapai 12,45 persen, setingkat di bawah ekspor ke Jepang yang mencapai 15,36 persen.
    Sehingga pemerintah harus lebih bekerja keras untuk mengatasi gejala tersebut.

    BalasHapus