Senin, 08 November 2010

Inflasi di Bulan Ramadhan

Menjadi kebiasaan bagi umat Islam, ketika ramadhan datang akan di sambut dengan kebahagiaan dan dengan hati yang bersuka cita. Umat Islam akan luruh dengan segala kekhidmatannya untuk menjalankan ibadah puasa. Namun menjadi kebiasaan pula, khususnya di Indonesia, setiap menjelang ramadhan sampai lebaran (syawal) harga-harga barang akan berlomba-lomba naik secara signifikan, terutama barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok.

Setiap tahun kenaikan harga-harga ini seolah-olah menjadi ritual penanda masuknya bulan suci ramadhan dan berakhir dengan masuknya bulan syawal. Kenaikan harga-harga ini menjadi penyebab dari inflasi terus melaju. Pada bulan Agustus tahun ini telah terjadi peningkatan inflasi sebesar 0.75% (month on month), dan 6.51% untuk ukuran inflasi per-annum (year on year), naik di banding tahun 2006.
Bulan September dan bulan Oktober diperkirakan laju inflasi akan terus mengalami kenaikan. Karena pada bulan ini bertepatan dengan bulan ramadhan dan bulan syawal (Hari Raya Iedul Fitri), dimana kebutuhan masyarakat terhadap suatu barang akan meningkat. Untuk ramadhan tahun lalu, laju inflasi meningkat tajam dibanding bulan sebelumnya yaitu sebesar 0.86% (month on month), sedang bulan sebelumnya hanya sebesar 0.38%. Melihat kondisi seperti ini, wajar bagi kita muncul rasa khawatir untuk menjalani ibadah ramadhan sekarang dan menghadapi iedul fitri yang segera datang. Umumnya yang terjadi, menjelang ramadhan dan iedul fitri masyarakat akan mempersiapkan untuk menghadapi ramadhan dengan banyak berbelanja kebutuhan pokok.
Sudah menjadi semacam “kewajiban”, setiap datangnya bulan ramadhan dan bulan syawal pasar akan merespon dengan menaikkan harga-harga barang. Begitupun, masyarakat seolah-olah “memaklumi” atas terjadinya kenaikan harga-harga barang pada bulan-bulan tersebut.
Menjadi pemandangan yang menarik, bulan ramadhan dan bulan syawal seakan-akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dan kuat terhadap terjadinya kenaikan laju inflasi secara tajam. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menjadi pemicu kenaikan inflasi tersebut, yaitu:
Prilaku Konsumtif
Tindakan berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan pada masyarakat menjadi kebiasaan umum yang selalu terjadi pada bulan-bulan ramadhan dan bulan syawal.
Pertama, sudah menjadi kebiasaan (ritual) masyarakat Indonesia ketika menjelang ramadhan ataupun Lebaran akan saling mengunjungi sanak saudara sambil membawa sesuatu, berupa makanan, sebagai buah tangan yang bisa diberikan ke keluarganya. Kedua, umumnya masyarakat pada saat ramadhan, baik buka puasa maupun sahur, berlomba menampilkan menu spesial untuk keluarganya, dengan relatif lebih banyak dibanding hari biasanya. Hal ini yang menjadi penyebab dari meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan pokok, sehingga harga-harga kebutuhan pokok tersebut akan mengalami kenaikan.
Kelangkaan Barang
Seringkali terjadi pada saat ramadhan dan menjelang iedul fitri barang-barang, terutama untuk kebutuhan pokok, menghilang dari pasaran. Sehingga barang-barang sulit untuk di cari dan menjadi barang yang langka. Ketiadaan barang di pasaran akan menjadi penyebab dari naiknya harga barang tersebut, karena terjadi ketidakseimbagan antara permintaan barang dan suplay barang.
Adakalanya kejadian seperti ini disebabkan oleh faktor alami dan ada pula terjadi karena faktor buatan. Faktor alami lebih disebabkan oleh besarnya permintaan di masyarakat terhadap suatu barang tertentu, namun tidak terimbangi oleh keberadaan barang tersebut di pasar oleh sebab kondisi yang sebenarnya terjadi. Masyarakat yang meningkat konsumsinya tidak dibarengi dengan peningkatan sirkulasi barang dipasaran. Faktor buatan, merupakan kesengajaan yang dilakukan oleh para pelaku pasar untuk menaikkan harga-harga barang tersebut, dengan sengaja menghilangkan barang tersebut di pasar dengan cara melakukan penimbunan barang-barang yang dibutuhkan. Pada saat yang dianggap tepat para penimbun baru akan mengeluarkan barang tersebut dan menjualnya di pasar.
Problem Distribusi
Distribusi barang dari daerah penghasil ke daerah pengguna (konsumen) berkaitan erat dengan sarana dan prasarana transportasi. Jauh-dekatnya jarak, kondisi jalan dapat berpengaruh atas penentuan harga barang. Tinggi-rendahnya retribusi jalan, harga Tol, dan harga BBM menjadi bagian yang menentukan harga barang. Hal tersebut kemudian mampu mempengaruhi lancar dan tidaknya distribusi barang tersebut dari satu daerah ke daerah lain.
Menjadi fenomena tersendiri pada bulan ramadhan selalu dibarengi dengan kondisi transportasi yang tersendat-sendat, terutama menjelang hari raya iedul fitri, seluruh sarana transportasi akan terpenuhi oleh perpindahan orang dari kota ke daerah. Sehingga kesibukan di dunia transportasi meningkat lebih dari 100%, dan inipun khusus untuk transportasi yang mengangkut orang.
Oleh karena fokus transportasi tersebut, sehingga menyebabkan transportasi yang digunakan untuk mengangkut barang kebutuhan masyarakat akan tersendat dan terlambat. Situasi jalan raya akan mengalami kemacetan dan tidak lancar hingga sedemikian rupa. Sehingga hal ini akan menjadi penyebab utama dari kelangkaan suatu barang pada salah satu daerah, dan akan menjadikan permintaan tidak terpenuhi. Yang terjadi kemudian harga-harga akan mengalami kenaikan secara signifikan.
Sumber: Republika

Ekonomi Indonesia Tumbuh 6,2 Persen


Pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,2 persen apabila dibandingkan triwulan yang sama tahun 2009 (year on year). Pertumbuhan itu didukung ekspansi kredit perbankan. Menatap semester kedua, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi melebihi target. Dari 5,8 persen menjadi enam persen."Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester satu 2010 dibandingkan semester satu 2009 tumbuh 5,9 persen," kata Deputi Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Slamet Sutomo di kantor BPS, Jakarta, Kamis (5/8).Bila dibanding semester satu tahun lalu, ekonomi bertumbuh 5,9 persen. Jumlah itu didorong konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,5 persen. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto sebesar 7,9 persen, dan ekspor-impor yang masing-masing tumbuh 17,2 persen dan 20,1 persen.Tiga sektor yang tumbuh tertinggi yakni sektor pengangkutan dan komunikasi (5,0 persen), sektor industri, gas dan air bersih (4,8 persen), dan sektor jasa-jasa (3,7 persen). Sementara dalam hitungan setahunan (year on year) sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 12,9 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 9,6 persen dan sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,2 persen.Besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan kedua 2010 mencapai Rp1.572,4 triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan yang sama Rp573,7 triliun.Struktur PDB triwulan kedua 2010, kata Slamet, masih didominasi sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Masing-masing berkontribusi sebesar 24,9 persen, 15,9 persen, dan 13,7 persen.Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono mengatakan ekspansi kredit perbankan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester satu 2010 hingga 5,9 persen. "Pertumbuhan tersebut dipicu oleh ekspansi kredit perbankan yang mencapai 18 persen," ujarnya Kamis (5/8).Ekspansi pemberian kredit perbankan, kata Tony, akan lebih meningkat pada semester kedua. Diikuti ekspansi fiskal belanja pemerintah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, melebihi target yang ditetapkan 5,8 persen. "Diperkirakan semester dua ekspansi kredit akan lebih tinggi lagi, sekitar 20 persen," ujarnya.Menurut dia, perkiraan pertumbuhan pada semester kedua nanti akan sama dengan semester satu. Walau harus waspada terhadap pengaruh kenaikan tarif dasar listrik serta laju inflasi yang tinggi.Karena ekspansi kredit, untuk itu Tony optimistis dan memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2010 akan mencapai angka enam persen, lebih tinggi dari asumsi pemerintah. "Saya yakin keseluruhan 2010 pertumbuhan ekonomi kita bisa tembus angka enam persen, yang berarti lebih tinggi dari target pemerintah 5,8 persen," ujarnya.Sejurus dengan Tony, Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga yakin pertumbuhan ekonomi mencapai enam persen, melebihi target 5,8 persen."Kita optimistis laju pertumbuhan kita semester kedua akan dapat melampaui angka perkiraan 5,8. Kita akan tumbuh berkisar enam persen," kata Hatta di sela rapat kerja nasional di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/8).Meski krisis perekonomian di Eropa berpotensi memburuk, namun Hatta yakin kondisi tersebut tidak memengaruhi kondisi ekonomi di dalam negeri. Karena keterkaitan ekspor dan impor Indonesia terhadap negara-negara Eropa yang kena krisis seperti Portugal, Yunani dan Spanyol sangat kecil. "Share kita terhadap Eropa kurang 13 persen, terhadap negara tertentu yang terkena dampak krisis kurang dari 15 persen. Oleh karena itu, sejauh itu tidak memberi dampak pada ekspor kita," katanya. Widyasari/ Rizky Pohan

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sangat Kuat

International Monetery Fund (IMF) memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia. Senior Residence Representative IMF di Indonesia Milan Zavadjil mengatakan bahwa pertumbuhan Indonesia pada tahun ini sangat kuat. "Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 akan sangat kuat," katanya.

IMF memprediksi, Indonesia menjadi salah satu negara Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang baik tahun ini. Di tengah kondisi ekonomi dunia yang masih di pusaran krisis, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 6% tahun ini. Naik sekitar 1,5% dibanding tahun lalu yang mencapai 4,5%. 

Milan menjelaskan, Indonesia punya pondasi ekonomi yang kuat karena didukung kondisi makro ekonomi yang baik dan rasio utang hanya 28% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain, pasar domestik Indonesia juga besar karena tingkat populasi yang tinggi. Hal itu membuat Indonesia menjadi pasar potensial bagi industri dalam negeri. Pasar yang besar dan terbuka lebar ini juga memicu investor asing melirik Indonesia. Hingga April 2010, foreign direct investment (FDI) sudah mencapai US$ 75 miliar. "Prospek investasi di Indonesia juga menunjukkan tanda perbaikan yang cukup signifikan dan terus meningkat," kata Milan.

Senior Advisor IMF Mahmood Pradhan menambahkan, Asia termasuk Indonesia, menjadi motor pemulihan ekonomi global sepanjang tahun ini. Pasar di Asia diprediksi tumbuh hingga 8,5% pada tahun ini, naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,7%. Selain Indonesia, India juga menggerakkan pertumbuhan ini dengan mengandalkan investasi pribadi dan China yang bergantung pada ekspor.

Meski begitu, Mahmood menilai para pemimpin Asia harus berhati-hati mengeluarkan kebijakan ekonomi agar tak menimbulkan tekanan terhadap inflasi. Milan mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik ditunjang oleh perbaikan kinerja ekspor. Kinerja ekspor Indonesia pada kuartal I-2010 menunjukkan pemulihan dari krisis setelah berhasil mencatat angka US$ 35,39 miliar. Capaian ini meningkat 53,68% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sekitar US$ 28,89 miliar nilai ekspor disumbang oleh sektor non-migas.

Kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia, seperti batubara dan minyak kelapa sawit, memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan nilai ekspor. "Komoditas asli Indonesia ini memiliki pangsa pasar tersendiri dan tentu saja kenaikan harga menyumbang peningkatan nilai ekspor di kuartal I," tegasnya. IMF memperkirakan inflasi Indonesia tahun ini akan mencapai 5,7% naik 2,8% dibanding tahun 2009. Prediksi ini masih dalam posisi aman karena sesuai dengan prediksi pemerintah yang telah ditetapkan dalam APBNP 2010




sumber : http://www.solusimobil.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4937:pertumbuhan-ekonomi-indonesia-sangat-kuat&catid=113:trader-news&Itemid=281

MEMPROYEKSIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2010 2011

Mendekati akhir tahun, masalah proyeksi makroekonomi menjadi menarik untuk didiskusikan. Salah satunya adalah indikator pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal HI/2010 mencapai 6,3 persen. Proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian pada kuartal 11/2010 sebesar 6,2 persen.
Pertumbuhan ekonomi ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga ini banyak disebabkan oleh pembiayaan konsumsi seiring meningkatnya optimisme konsumen dan rendahnya impor. Sedangkan pertumbuhan ekspor disebabkan kuatnya permintaan dari China dan India, selain karena penguatan harga komoditas internasional.
Dari sisi "pemerintah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo meyakini perekonomian Indonesia pada kuartal III/2010 dapat tumbuh hingga 6,3 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada dua kuartal sebelumnya. Optimisme tersebut mengacu pada peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan perdagangan internasional. Dari sisi perdagangan internasional, impor kemungkinan masih akan lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Kendati begitu, ekspor terus tumbuh meski masih lambat.
Dari perkiraan kuartalan itu, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2010 akan berada di kisaran 5,9-6,2 persen. Ini proyeksi yang realistis dan berdasarkan kondisi obyektif sumber daya yang ada. Yang pasti, hasil capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2010 akan menjadi modal berharga memasuki tahun 2011.
Di sini BI juga memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 bakal mencapai 6-6,5 persen. Lagi-lagi hal ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, kinerja sektor eksternal, peningkatan investasi seiring dengan permintaan domestik dan eksternal. Kisaran pertumbuhan ekonomi tahun 2011 yang mencapai 6,5 persen juga lebih tinggi dibanding asumsi pertumbuhan ekonomi pada Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011 sebesar 6,4 persen. Di sisi harga, BI mencatat ada risiko yang dapat mendorong inflasi. Pertama, kecenderungan peningkatan permintaan yanglebih cepat dari penawaran.
Kedua, anomali cuaca yang kemungkinan masihberlanjut dan berpotensi mengganggukegiatan produksi serta distribusi bahan kebutuhan pokok.
Ketiga, kemungkinan ada rencana kenaikan admin!stered prices.
Untuk itu, BI terus mencermati potensi tekanan inflasi tersebut dan meningkatkan koordinasi kebijakan bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta akan melakukan respons dengan bauran kebijakan yang diperlukan agar inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan yaitu 5 plus/minus 1 persen pada tahun 2010.
Yang pasti, pertumbuhan ekonomi tersebut akan mendorong pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2015 yang diproyeksikan akan berada pada kisaran USD5.000 hingga USD6.000. Saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia sudah mencapai USD3.000. Tahun 2030, Indonesia diharapkan sudah masuk lima negara besar di dunia setelah China, Amerika, Uni Eropa, dan India.
Pada tahun 2030, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 285 juta dengan pendapatan per kapita USD30.000. Saat ini negara di Asia yang sudah mencapai pendapatan per kapita USD28.000 adalah Korea Selatan. Sedangkan Malaysia pendapatan per kapitanya sekitar USSD5.5OO.
Optimisme menaikkan pendapatan perkapita bukan omong kosong, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang banyak. SDA ini harus dikelola dengan baik, transparan, dan akuntabel. Apalagi, hampir semua lembaga keuangan dan ekonom optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik.
Proyeksi Standard Chartered Bank masuk dalam kategori itu. Stanchart menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan mencapai 6,5 persen dengan laju inflasi 6 persen, suku bunga acuan 7,5 persen dan nilai tukar Rp8.S00 per dolar AS. Angka ini lebih optimistis dari target pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, inflasi 5,3 persen, SBI 3 bulan 6,5 persen dan kurs Rp9.250 per dolar AS.
Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi tahun ini dipatok 5,7 persen, inflasi 5,3 persen, SBI 3 bulan 6,5 persen, dan kurs Rp9 000 per dolar AS. Argumen yang mengemuka nyaris sama, antara lain membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa pascakrisis keuangan global. Meski, di sini Stanchart terlihat jauh lebih realistis dalam memproyeksi target suku bunga acuan, inflasi, dan nilai tukar.
Senada dengan itu, proyeksi ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), yakni Muhammad Chatib Basri, juga cukup optimis yang menyandarkan argumennya terutama pada penguatan investasi. Menurut LPEM UI, investasi tahun depan lebih kuat karena impor barang modal dan bahan baku penolong tumbuh tinggi. Sepanjang 7 bulan pertama tahun ini, impor barang modal tumbuh 39,92 persen, sedangkan impor bahan baku penolong tumbuh 53,87 persen.
Optimisme pemerintah, yang mendapatkan justifikasi dari forecast Stanchart maupun LPEM UI, juga telah tecermin dalam penurunan dana cadangan risiko fiskal tahun 2011 secara signifikan dari Rp4,9 triliun menjadi Rpl.l triliun. Perlu diingat, dana cadangan itu adalah terobosan pemerintah saat merumuskan APBN 2008 guna menghadapi ketidakpastian situasi perekonomian global. Kali ini, ketidakpastian yang dijadikan faktor negatif adalah soal cuaca.
Hampir sebagian besar ekonom dan analis memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 akan lebih baik. Meski demikian, ada baiknya faktor China dijadikan sebagai salah satu variabel atau faktor penentu berhasil tidaknya pemerintah mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Kalaupun harus optimistis dengan perekonomian Indonesia tahun depan, hanya dengan memahami risiko kebesaran China dengan mengingat kenaikan laju inflasi dalam beberapa bulan inilah seharusnya argumentasi disandarkan.
Laju inflasi di China kini mencapai 3,5 persen, tertinggi dari rata-rata sebelumnya yang 1,5 persen pada 1997/1998. Situasi di India tidak jauh berbeda, yakni 10 persen atau dua kali lipat lebih tinggi dari rekor sebelumnya, yakni 5 persen pada 1997/1998. Begitu pula di Singapura, yang mencapai 3,1 persen dari rata-rata 1,2 persen pada 1997/1998. Di Indonesia, inflasi Agustus lalu tercatat 6,44 persen, merangkak dari posisi Juli 6,22 persen sekaligus kian mengonfirmasi kegagalan target APBN 2010 yakni 5,3 persen.
Itulah beberapa proyeksi makroekonomi tahun 2010 dan 2011 yang diperkirakan akan terjadi berdasarkan pertimbangan yang realistis. Harapannya, momentum kepercayaan asing terhadap Indonesia bisa menjadi faktor penguat. (Rk)


Target Pertumbuhan 2010 Direvisi

 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ,pemerintah membuka kemungkinan untuk menaikkan target pertumbuhan ekonomi 2010 dari 5,5% menjadi 6%.

Growth5,5% ini proyeksi lower dan jika terjadi revisi, kemungkinan akan ke atas. Kisarannya mencapai 6%, kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR tentang pembahasan RAPBN-P 2010 di Jakarta pada hari kemarin. Dia mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi yang positif ini tidak terlepas dari perbaikan ekonomi global, menurut informasi yang di terima oleh Mbah Gendeng. Hampir semua negara yang sebelumnya terimbas krisis kini telah merevisi angka pertumbuhannya. China diprediksi bisa tumbuh di atas 8%, sedangkan India 6%.

Menkeu mengungkapkan, pertumbuhan ekspor yang melambat akhir 2008 dan 2009 kini sudah mulai bangkit. Dibandingkan negara ASEAN lainnya, tingkat ketergantungan Indonesia terhadap ekspor masih rendah. Berbeda dengan Singapura yang bergantung sepenuhnya kepada ekspor sehingga jika ekspor pulih, pemulihannya akan lebih cepat, ujarnya. Adapun pertumbuhan dalam negeri, Sri Mulyani mengatakan, masih dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat. Karena itu, kalaupun target pertumbuhan ekonomi ditingkatkan di atas 5,5%, yang perlu dioptimalkan dari sisi permintaan yakni ekspor dan impor. Menurut Type Approval Indonesia, Ekspor kita targetkan tumbuh hingga 15,5%, sementara impor yakni 18,3%. Di sini investasi juga akan terus kita genjot, katanya.

Membaiknya kondisi perekonomian global secara tidak langsung juga meningkatkan permintaan terhadap minyak mentah dunia. Sebagaimana diketahui, kata Sri Mulyani, dalam beberapa waktu terakhir harga minyak mentah sudah berada di kisaran USD84-86 per barel. Sementara proyeksi dalam RAPBN-P 2010 sebesar USD77 per barel. Angka ini sudah dinaikkan dari APBN 2010 sebesar USD65 per barel. Kalaupun asumsi ini direvisi, akan cenderung revisi ke atas, kata dia. Adapun angka inflasi pada RAPBN-P, Sri Mulyani mengatakan, diproyeksi sebesar 5,7% meski laju inflasi pada empat bulan pertama tahun ini masih cukup rendah.

Menkeu menilai lonjakan inflasi baru akan terjadi pada semester kedua. Kenaikan tersebut seiring kenaikan harga komoditas di pasar dunia, harga komoditas yang ditetapkan pemerintah (administered price) seperti tarif dasar listrik, dan faktor musiman yang memengaruhi tingkat inflasi. Kita proyeksikan angka inflasi ini ke batas atas, ungkapnya.

Menkeu mengungkapkan, dalam beberapa waktu terakhir arus modal yang masuk ke dalam negeri cukup besar. Derasnya modal yang masuk tersebut membuat nilai rupiah cenderung menguat, bahkan dalam beberapa waktu terakhir mendekati angka Rp9.000 per dolar AS.“Proyeksi kita di RAPBNP sebesar Rp9.500. Kalaupun akan direvisi, cenderung ke bawah, ucapnya. Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Darmin Nasution mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010 diproyeksikan berada di kisaran 5,5-6%.

Tapi cenderung ke atas, ujarnya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari dinaikkannya target pertumbuhan ekonomi global dari sebelumnya 2,8-3,1% menjadi 3,5-3,9%. Peningkatan ini, kata dia, tentu berdampak positif pada laju pertumbuhan ekspor dan impor barang jasa. Ekspor riil barang dan jasa tahun ini diperkirakan meningkat hingga 10% dari sebelumnya 8,4%. Begitupun impor meningkat menjadi 12,8% dari sebelumnya yang hanya 10,9%. Pertumbuhan tidak hanya ditopang oleh konsumsi,tapi juga dari sisi investasi yang meningkat,” katanya.

Sementara itu, kalau tidak ada kenaikan TDL, angka inflasi tahun ini berkisar pada 4,8%. Jika jadi dinaikkan, penerapan kenaikan TDL akan memberikan kontribusi 0,36%. Jadi totalnya inflasi 2010 di kisaran 5,2, menurut pengamatan Kerja Keras Adalah Energi Kita.

Minggu, 07 November 2010

BI Optimistis Mampu Menekan Laju Inflasi

Liputan6.com, Jakarta: Bank Indonesia menargetkan laju inflasi berkisar antara 9 hingga 11 persen, hingga akhir tahun anggaran 2001. Sedangkan dalam revisi APBN 2001, pemerintah mematok tingkat inflasi tak lebih dari 9,3 persen. Sementara itu, kenyataannya, sampai Juli silam, laju inflasi telah mencapai 7,7 persen.

Itulah sebabnya, Gubernur BI Syahril Sabirin merasa optimistis laju inflasi tak akan melampaui target. Tingginya tingkat inflasi bulan Juli diakui sebagai akibat kenaikan tarif BBM Juni silam, yang memang biasanya baru terasa pengaruhnya sebulan sesudah kenaikan. Sementara itu, untuk bulan-bulan berikutnya BI yakin, dengan dukungan kebijakan ekonomi yang kondusif dari pemerintah, tingkat inflasi akan menurun.

Satu di antara indikatornya adalah nilai rupiah yang menguat terhadap dolar Amerika Serikat, yang diharapkan dapat menurunkan harga barang-barang berbahan baku impor. Untuk mengendalikan laju inflasi, Syahril menyatakan BI masih tetap memberlakukan kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku bunga Sertifikat BI. Kebijakan uang ketat ini akan dilonggarkan begitu rupiah mulai stabil.(RSB/Olivia Rosalia dan Agung Nugroho)


sumber : http://berita.liputan6.com/ekbis/200108/17597/BI.Optimistis.Mampu.Menekan.Laju.Inflasi

Inflasi Tetap 6 Persen

JAKARTA- Laju inflasi diperkirakan masih akan berkisar di level enam persen hingga akhir tahun. Dampak penguatan rupiah kemungkinan dapat menjaga inflasi di bawah enam persen.

Hal tersebut dikatakan Chief Economist Asia PT ING Securities Tim Condon saat teleconference penyampaian Survei Triwulanan Indeks Sentimen Investor ING, di Gedung BEI Jakarta, Jumat (22/10).

Menurutnya, di triwulan III-2010 investor Indonesia merasa kurang positif atas perekonomian dalam negeri dibandingkan triwulan II-2010 dan pasar lain di Asia.
"Meskipun terjadi sedikit penurunan sebesar empat persen dibandingkan indeks pada kuartal sebelumnya, sentimen investor Indonesia masih optimis pada umumnya.
Survei ini menunjukan kepercayaan investor yang berkelanjutan di Indonesia, mencerminkan pertumbuhan kuat dan meskipun ada kekhawatiran atas perubahan suku bungan dan inflasi domestik," timpal Presiden Direktur PT ING Securities Indonesia Dhanny Cahyadi.

Dhanny yakin bahwa sentimen dimiliki oleh para investor di Indonesia, yang juga merupakan cerminan seberapa efektif sebuah negara dalam mengatasi adanya krisis global dan permintaan dalam negeri yang terus menguat.
"Investor Indonesia juga menunjukkan kenaikan yang optimis terhadap perekonomian Amerika Serikat. Kenaikan yang optimis tersebut menempatkan mereka setingkat dengan indeks rata-rata pasar berkembang di Asia Tenggara dan kawasan Asia (kecuali Jepang)," tambah Condon.

Selain itu, lanjut Condon, investor Indonesia juga optimis krisis hutang di wilayah Eropa tidak berdampak pada strategi investasi di Indonesia. "Meskipun ada penurunan jumlah dari 80 persen di triwulan II-2010 menjadi 73 persen triwulan III-2010, investor Indonesia tetap yang memiliki nilai tertinggi di antara keseluruhan pasar yang termasuk dalam survei ini," imbuh Condon.(net)
 
Sumber : http://www.metrobalikpapan.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=44689