Senin, 08 November 2010

Inflasi di Bulan Ramadhan

Menjadi kebiasaan bagi umat Islam, ketika ramadhan datang akan di sambut dengan kebahagiaan dan dengan hati yang bersuka cita. Umat Islam akan luruh dengan segala kekhidmatannya untuk menjalankan ibadah puasa. Namun menjadi kebiasaan pula, khususnya di Indonesia, setiap menjelang ramadhan sampai lebaran (syawal) harga-harga barang akan berlomba-lomba naik secara signifikan, terutama barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok.

Setiap tahun kenaikan harga-harga ini seolah-olah menjadi ritual penanda masuknya bulan suci ramadhan dan berakhir dengan masuknya bulan syawal. Kenaikan harga-harga ini menjadi penyebab dari inflasi terus melaju. Pada bulan Agustus tahun ini telah terjadi peningkatan inflasi sebesar 0.75% (month on month), dan 6.51% untuk ukuran inflasi per-annum (year on year), naik di banding tahun 2006.
Bulan September dan bulan Oktober diperkirakan laju inflasi akan terus mengalami kenaikan. Karena pada bulan ini bertepatan dengan bulan ramadhan dan bulan syawal (Hari Raya Iedul Fitri), dimana kebutuhan masyarakat terhadap suatu barang akan meningkat. Untuk ramadhan tahun lalu, laju inflasi meningkat tajam dibanding bulan sebelumnya yaitu sebesar 0.86% (month on month), sedang bulan sebelumnya hanya sebesar 0.38%. Melihat kondisi seperti ini, wajar bagi kita muncul rasa khawatir untuk menjalani ibadah ramadhan sekarang dan menghadapi iedul fitri yang segera datang. Umumnya yang terjadi, menjelang ramadhan dan iedul fitri masyarakat akan mempersiapkan untuk menghadapi ramadhan dengan banyak berbelanja kebutuhan pokok.
Sudah menjadi semacam “kewajiban”, setiap datangnya bulan ramadhan dan bulan syawal pasar akan merespon dengan menaikkan harga-harga barang. Begitupun, masyarakat seolah-olah “memaklumi” atas terjadinya kenaikan harga-harga barang pada bulan-bulan tersebut.
Menjadi pemandangan yang menarik, bulan ramadhan dan bulan syawal seakan-akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dan kuat terhadap terjadinya kenaikan laju inflasi secara tajam. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menjadi pemicu kenaikan inflasi tersebut, yaitu:
Prilaku Konsumtif
Tindakan berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan pada masyarakat menjadi kebiasaan umum yang selalu terjadi pada bulan-bulan ramadhan dan bulan syawal.
Pertama, sudah menjadi kebiasaan (ritual) masyarakat Indonesia ketika menjelang ramadhan ataupun Lebaran akan saling mengunjungi sanak saudara sambil membawa sesuatu, berupa makanan, sebagai buah tangan yang bisa diberikan ke keluarganya. Kedua, umumnya masyarakat pada saat ramadhan, baik buka puasa maupun sahur, berlomba menampilkan menu spesial untuk keluarganya, dengan relatif lebih banyak dibanding hari biasanya. Hal ini yang menjadi penyebab dari meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan pokok, sehingga harga-harga kebutuhan pokok tersebut akan mengalami kenaikan.
Kelangkaan Barang
Seringkali terjadi pada saat ramadhan dan menjelang iedul fitri barang-barang, terutama untuk kebutuhan pokok, menghilang dari pasaran. Sehingga barang-barang sulit untuk di cari dan menjadi barang yang langka. Ketiadaan barang di pasaran akan menjadi penyebab dari naiknya harga barang tersebut, karena terjadi ketidakseimbagan antara permintaan barang dan suplay barang.
Adakalanya kejadian seperti ini disebabkan oleh faktor alami dan ada pula terjadi karena faktor buatan. Faktor alami lebih disebabkan oleh besarnya permintaan di masyarakat terhadap suatu barang tertentu, namun tidak terimbangi oleh keberadaan barang tersebut di pasar oleh sebab kondisi yang sebenarnya terjadi. Masyarakat yang meningkat konsumsinya tidak dibarengi dengan peningkatan sirkulasi barang dipasaran. Faktor buatan, merupakan kesengajaan yang dilakukan oleh para pelaku pasar untuk menaikkan harga-harga barang tersebut, dengan sengaja menghilangkan barang tersebut di pasar dengan cara melakukan penimbunan barang-barang yang dibutuhkan. Pada saat yang dianggap tepat para penimbun baru akan mengeluarkan barang tersebut dan menjualnya di pasar.
Problem Distribusi
Distribusi barang dari daerah penghasil ke daerah pengguna (konsumen) berkaitan erat dengan sarana dan prasarana transportasi. Jauh-dekatnya jarak, kondisi jalan dapat berpengaruh atas penentuan harga barang. Tinggi-rendahnya retribusi jalan, harga Tol, dan harga BBM menjadi bagian yang menentukan harga barang. Hal tersebut kemudian mampu mempengaruhi lancar dan tidaknya distribusi barang tersebut dari satu daerah ke daerah lain.
Menjadi fenomena tersendiri pada bulan ramadhan selalu dibarengi dengan kondisi transportasi yang tersendat-sendat, terutama menjelang hari raya iedul fitri, seluruh sarana transportasi akan terpenuhi oleh perpindahan orang dari kota ke daerah. Sehingga kesibukan di dunia transportasi meningkat lebih dari 100%, dan inipun khusus untuk transportasi yang mengangkut orang.
Oleh karena fokus transportasi tersebut, sehingga menyebabkan transportasi yang digunakan untuk mengangkut barang kebutuhan masyarakat akan tersendat dan terlambat. Situasi jalan raya akan mengalami kemacetan dan tidak lancar hingga sedemikian rupa. Sehingga hal ini akan menjadi penyebab utama dari kelangkaan suatu barang pada salah satu daerah, dan akan menjadikan permintaan tidak terpenuhi. Yang terjadi kemudian harga-harga akan mengalami kenaikan secara signifikan.
Sumber: Republika

Ekonomi Indonesia Tumbuh 6,2 Persen


Pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,2 persen apabila dibandingkan triwulan yang sama tahun 2009 (year on year). Pertumbuhan itu didukung ekspansi kredit perbankan. Menatap semester kedua, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi melebihi target. Dari 5,8 persen menjadi enam persen."Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester satu 2010 dibandingkan semester satu 2009 tumbuh 5,9 persen," kata Deputi Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Slamet Sutomo di kantor BPS, Jakarta, Kamis (5/8).Bila dibanding semester satu tahun lalu, ekonomi bertumbuh 5,9 persen. Jumlah itu didorong konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,5 persen. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto sebesar 7,9 persen, dan ekspor-impor yang masing-masing tumbuh 17,2 persen dan 20,1 persen.Tiga sektor yang tumbuh tertinggi yakni sektor pengangkutan dan komunikasi (5,0 persen), sektor industri, gas dan air bersih (4,8 persen), dan sektor jasa-jasa (3,7 persen). Sementara dalam hitungan setahunan (year on year) sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 12,9 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 9,6 persen dan sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,2 persen.Besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan kedua 2010 mencapai Rp1.572,4 triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan yang sama Rp573,7 triliun.Struktur PDB triwulan kedua 2010, kata Slamet, masih didominasi sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Masing-masing berkontribusi sebesar 24,9 persen, 15,9 persen, dan 13,7 persen.Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono mengatakan ekspansi kredit perbankan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester satu 2010 hingga 5,9 persen. "Pertumbuhan tersebut dipicu oleh ekspansi kredit perbankan yang mencapai 18 persen," ujarnya Kamis (5/8).Ekspansi pemberian kredit perbankan, kata Tony, akan lebih meningkat pada semester kedua. Diikuti ekspansi fiskal belanja pemerintah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, melebihi target yang ditetapkan 5,8 persen. "Diperkirakan semester dua ekspansi kredit akan lebih tinggi lagi, sekitar 20 persen," ujarnya.Menurut dia, perkiraan pertumbuhan pada semester kedua nanti akan sama dengan semester satu. Walau harus waspada terhadap pengaruh kenaikan tarif dasar listrik serta laju inflasi yang tinggi.Karena ekspansi kredit, untuk itu Tony optimistis dan memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2010 akan mencapai angka enam persen, lebih tinggi dari asumsi pemerintah. "Saya yakin keseluruhan 2010 pertumbuhan ekonomi kita bisa tembus angka enam persen, yang berarti lebih tinggi dari target pemerintah 5,8 persen," ujarnya.Sejurus dengan Tony, Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga yakin pertumbuhan ekonomi mencapai enam persen, melebihi target 5,8 persen."Kita optimistis laju pertumbuhan kita semester kedua akan dapat melampaui angka perkiraan 5,8. Kita akan tumbuh berkisar enam persen," kata Hatta di sela rapat kerja nasional di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/8).Meski krisis perekonomian di Eropa berpotensi memburuk, namun Hatta yakin kondisi tersebut tidak memengaruhi kondisi ekonomi di dalam negeri. Karena keterkaitan ekspor dan impor Indonesia terhadap negara-negara Eropa yang kena krisis seperti Portugal, Yunani dan Spanyol sangat kecil. "Share kita terhadap Eropa kurang 13 persen, terhadap negara tertentu yang terkena dampak krisis kurang dari 15 persen. Oleh karena itu, sejauh itu tidak memberi dampak pada ekspor kita," katanya. Widyasari/ Rizky Pohan

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sangat Kuat

International Monetery Fund (IMF) memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia. Senior Residence Representative IMF di Indonesia Milan Zavadjil mengatakan bahwa pertumbuhan Indonesia pada tahun ini sangat kuat. "Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 akan sangat kuat," katanya.

IMF memprediksi, Indonesia menjadi salah satu negara Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang baik tahun ini. Di tengah kondisi ekonomi dunia yang masih di pusaran krisis, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 6% tahun ini. Naik sekitar 1,5% dibanding tahun lalu yang mencapai 4,5%. 

Milan menjelaskan, Indonesia punya pondasi ekonomi yang kuat karena didukung kondisi makro ekonomi yang baik dan rasio utang hanya 28% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain, pasar domestik Indonesia juga besar karena tingkat populasi yang tinggi. Hal itu membuat Indonesia menjadi pasar potensial bagi industri dalam negeri. Pasar yang besar dan terbuka lebar ini juga memicu investor asing melirik Indonesia. Hingga April 2010, foreign direct investment (FDI) sudah mencapai US$ 75 miliar. "Prospek investasi di Indonesia juga menunjukkan tanda perbaikan yang cukup signifikan dan terus meningkat," kata Milan.

Senior Advisor IMF Mahmood Pradhan menambahkan, Asia termasuk Indonesia, menjadi motor pemulihan ekonomi global sepanjang tahun ini. Pasar di Asia diprediksi tumbuh hingga 8,5% pada tahun ini, naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,7%. Selain Indonesia, India juga menggerakkan pertumbuhan ini dengan mengandalkan investasi pribadi dan China yang bergantung pada ekspor.

Meski begitu, Mahmood menilai para pemimpin Asia harus berhati-hati mengeluarkan kebijakan ekonomi agar tak menimbulkan tekanan terhadap inflasi. Milan mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik ditunjang oleh perbaikan kinerja ekspor. Kinerja ekspor Indonesia pada kuartal I-2010 menunjukkan pemulihan dari krisis setelah berhasil mencatat angka US$ 35,39 miliar. Capaian ini meningkat 53,68% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sekitar US$ 28,89 miliar nilai ekspor disumbang oleh sektor non-migas.

Kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia, seperti batubara dan minyak kelapa sawit, memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan nilai ekspor. "Komoditas asli Indonesia ini memiliki pangsa pasar tersendiri dan tentu saja kenaikan harga menyumbang peningkatan nilai ekspor di kuartal I," tegasnya. IMF memperkirakan inflasi Indonesia tahun ini akan mencapai 5,7% naik 2,8% dibanding tahun 2009. Prediksi ini masih dalam posisi aman karena sesuai dengan prediksi pemerintah yang telah ditetapkan dalam APBNP 2010




sumber : http://www.solusimobil.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4937:pertumbuhan-ekonomi-indonesia-sangat-kuat&catid=113:trader-news&Itemid=281

MEMPROYEKSIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2010 2011

Mendekati akhir tahun, masalah proyeksi makroekonomi menjadi menarik untuk didiskusikan. Salah satunya adalah indikator pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal HI/2010 mencapai 6,3 persen. Proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian pada kuartal 11/2010 sebesar 6,2 persen.
Pertumbuhan ekonomi ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga ini banyak disebabkan oleh pembiayaan konsumsi seiring meningkatnya optimisme konsumen dan rendahnya impor. Sedangkan pertumbuhan ekspor disebabkan kuatnya permintaan dari China dan India, selain karena penguatan harga komoditas internasional.
Dari sisi "pemerintah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo meyakini perekonomian Indonesia pada kuartal III/2010 dapat tumbuh hingga 6,3 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada dua kuartal sebelumnya. Optimisme tersebut mengacu pada peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan perdagangan internasional. Dari sisi perdagangan internasional, impor kemungkinan masih akan lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Kendati begitu, ekspor terus tumbuh meski masih lambat.
Dari perkiraan kuartalan itu, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2010 akan berada di kisaran 5,9-6,2 persen. Ini proyeksi yang realistis dan berdasarkan kondisi obyektif sumber daya yang ada. Yang pasti, hasil capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2010 akan menjadi modal berharga memasuki tahun 2011.
Di sini BI juga memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 bakal mencapai 6-6,5 persen. Lagi-lagi hal ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, kinerja sektor eksternal, peningkatan investasi seiring dengan permintaan domestik dan eksternal. Kisaran pertumbuhan ekonomi tahun 2011 yang mencapai 6,5 persen juga lebih tinggi dibanding asumsi pertumbuhan ekonomi pada Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011 sebesar 6,4 persen. Di sisi harga, BI mencatat ada risiko yang dapat mendorong inflasi. Pertama, kecenderungan peningkatan permintaan yanglebih cepat dari penawaran.
Kedua, anomali cuaca yang kemungkinan masihberlanjut dan berpotensi mengganggukegiatan produksi serta distribusi bahan kebutuhan pokok.
Ketiga, kemungkinan ada rencana kenaikan admin!stered prices.
Untuk itu, BI terus mencermati potensi tekanan inflasi tersebut dan meningkatkan koordinasi kebijakan bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta akan melakukan respons dengan bauran kebijakan yang diperlukan agar inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan yaitu 5 plus/minus 1 persen pada tahun 2010.
Yang pasti, pertumbuhan ekonomi tersebut akan mendorong pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2015 yang diproyeksikan akan berada pada kisaran USD5.000 hingga USD6.000. Saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia sudah mencapai USD3.000. Tahun 2030, Indonesia diharapkan sudah masuk lima negara besar di dunia setelah China, Amerika, Uni Eropa, dan India.
Pada tahun 2030, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 285 juta dengan pendapatan per kapita USD30.000. Saat ini negara di Asia yang sudah mencapai pendapatan per kapita USD28.000 adalah Korea Selatan. Sedangkan Malaysia pendapatan per kapitanya sekitar USSD5.5OO.
Optimisme menaikkan pendapatan perkapita bukan omong kosong, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang banyak. SDA ini harus dikelola dengan baik, transparan, dan akuntabel. Apalagi, hampir semua lembaga keuangan dan ekonom optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik.
Proyeksi Standard Chartered Bank masuk dalam kategori itu. Stanchart menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan mencapai 6,5 persen dengan laju inflasi 6 persen, suku bunga acuan 7,5 persen dan nilai tukar Rp8.S00 per dolar AS. Angka ini lebih optimistis dari target pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, inflasi 5,3 persen, SBI 3 bulan 6,5 persen dan kurs Rp9.250 per dolar AS.
Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi tahun ini dipatok 5,7 persen, inflasi 5,3 persen, SBI 3 bulan 6,5 persen, dan kurs Rp9 000 per dolar AS. Argumen yang mengemuka nyaris sama, antara lain membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa pascakrisis keuangan global. Meski, di sini Stanchart terlihat jauh lebih realistis dalam memproyeksi target suku bunga acuan, inflasi, dan nilai tukar.
Senada dengan itu, proyeksi ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), yakni Muhammad Chatib Basri, juga cukup optimis yang menyandarkan argumennya terutama pada penguatan investasi. Menurut LPEM UI, investasi tahun depan lebih kuat karena impor barang modal dan bahan baku penolong tumbuh tinggi. Sepanjang 7 bulan pertama tahun ini, impor barang modal tumbuh 39,92 persen, sedangkan impor bahan baku penolong tumbuh 53,87 persen.
Optimisme pemerintah, yang mendapatkan justifikasi dari forecast Stanchart maupun LPEM UI, juga telah tecermin dalam penurunan dana cadangan risiko fiskal tahun 2011 secara signifikan dari Rp4,9 triliun menjadi Rpl.l triliun. Perlu diingat, dana cadangan itu adalah terobosan pemerintah saat merumuskan APBN 2008 guna menghadapi ketidakpastian situasi perekonomian global. Kali ini, ketidakpastian yang dijadikan faktor negatif adalah soal cuaca.
Hampir sebagian besar ekonom dan analis memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 akan lebih baik. Meski demikian, ada baiknya faktor China dijadikan sebagai salah satu variabel atau faktor penentu berhasil tidaknya pemerintah mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Kalaupun harus optimistis dengan perekonomian Indonesia tahun depan, hanya dengan memahami risiko kebesaran China dengan mengingat kenaikan laju inflasi dalam beberapa bulan inilah seharusnya argumentasi disandarkan.
Laju inflasi di China kini mencapai 3,5 persen, tertinggi dari rata-rata sebelumnya yang 1,5 persen pada 1997/1998. Situasi di India tidak jauh berbeda, yakni 10 persen atau dua kali lipat lebih tinggi dari rekor sebelumnya, yakni 5 persen pada 1997/1998. Begitu pula di Singapura, yang mencapai 3,1 persen dari rata-rata 1,2 persen pada 1997/1998. Di Indonesia, inflasi Agustus lalu tercatat 6,44 persen, merangkak dari posisi Juli 6,22 persen sekaligus kian mengonfirmasi kegagalan target APBN 2010 yakni 5,3 persen.
Itulah beberapa proyeksi makroekonomi tahun 2010 dan 2011 yang diperkirakan akan terjadi berdasarkan pertimbangan yang realistis. Harapannya, momentum kepercayaan asing terhadap Indonesia bisa menjadi faktor penguat. (Rk)


Target Pertumbuhan 2010 Direvisi

 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ,pemerintah membuka kemungkinan untuk menaikkan target pertumbuhan ekonomi 2010 dari 5,5% menjadi 6%.

Growth5,5% ini proyeksi lower dan jika terjadi revisi, kemungkinan akan ke atas. Kisarannya mencapai 6%, kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR tentang pembahasan RAPBN-P 2010 di Jakarta pada hari kemarin. Dia mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi yang positif ini tidak terlepas dari perbaikan ekonomi global, menurut informasi yang di terima oleh Mbah Gendeng. Hampir semua negara yang sebelumnya terimbas krisis kini telah merevisi angka pertumbuhannya. China diprediksi bisa tumbuh di atas 8%, sedangkan India 6%.

Menkeu mengungkapkan, pertumbuhan ekspor yang melambat akhir 2008 dan 2009 kini sudah mulai bangkit. Dibandingkan negara ASEAN lainnya, tingkat ketergantungan Indonesia terhadap ekspor masih rendah. Berbeda dengan Singapura yang bergantung sepenuhnya kepada ekspor sehingga jika ekspor pulih, pemulihannya akan lebih cepat, ujarnya. Adapun pertumbuhan dalam negeri, Sri Mulyani mengatakan, masih dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat. Karena itu, kalaupun target pertumbuhan ekonomi ditingkatkan di atas 5,5%, yang perlu dioptimalkan dari sisi permintaan yakni ekspor dan impor. Menurut Type Approval Indonesia, Ekspor kita targetkan tumbuh hingga 15,5%, sementara impor yakni 18,3%. Di sini investasi juga akan terus kita genjot, katanya.

Membaiknya kondisi perekonomian global secara tidak langsung juga meningkatkan permintaan terhadap minyak mentah dunia. Sebagaimana diketahui, kata Sri Mulyani, dalam beberapa waktu terakhir harga minyak mentah sudah berada di kisaran USD84-86 per barel. Sementara proyeksi dalam RAPBN-P 2010 sebesar USD77 per barel. Angka ini sudah dinaikkan dari APBN 2010 sebesar USD65 per barel. Kalaupun asumsi ini direvisi, akan cenderung revisi ke atas, kata dia. Adapun angka inflasi pada RAPBN-P, Sri Mulyani mengatakan, diproyeksi sebesar 5,7% meski laju inflasi pada empat bulan pertama tahun ini masih cukup rendah.

Menkeu menilai lonjakan inflasi baru akan terjadi pada semester kedua. Kenaikan tersebut seiring kenaikan harga komoditas di pasar dunia, harga komoditas yang ditetapkan pemerintah (administered price) seperti tarif dasar listrik, dan faktor musiman yang memengaruhi tingkat inflasi. Kita proyeksikan angka inflasi ini ke batas atas, ungkapnya.

Menkeu mengungkapkan, dalam beberapa waktu terakhir arus modal yang masuk ke dalam negeri cukup besar. Derasnya modal yang masuk tersebut membuat nilai rupiah cenderung menguat, bahkan dalam beberapa waktu terakhir mendekati angka Rp9.000 per dolar AS.“Proyeksi kita di RAPBNP sebesar Rp9.500. Kalaupun akan direvisi, cenderung ke bawah, ucapnya. Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Darmin Nasution mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010 diproyeksikan berada di kisaran 5,5-6%.

Tapi cenderung ke atas, ujarnya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari dinaikkannya target pertumbuhan ekonomi global dari sebelumnya 2,8-3,1% menjadi 3,5-3,9%. Peningkatan ini, kata dia, tentu berdampak positif pada laju pertumbuhan ekspor dan impor barang jasa. Ekspor riil barang dan jasa tahun ini diperkirakan meningkat hingga 10% dari sebelumnya 8,4%. Begitupun impor meningkat menjadi 12,8% dari sebelumnya yang hanya 10,9%. Pertumbuhan tidak hanya ditopang oleh konsumsi,tapi juga dari sisi investasi yang meningkat,” katanya.

Sementara itu, kalau tidak ada kenaikan TDL, angka inflasi tahun ini berkisar pada 4,8%. Jika jadi dinaikkan, penerapan kenaikan TDL akan memberikan kontribusi 0,36%. Jadi totalnya inflasi 2010 di kisaran 5,2, menurut pengamatan Kerja Keras Adalah Energi Kita.

Minggu, 07 November 2010

BI Optimistis Mampu Menekan Laju Inflasi

Liputan6.com, Jakarta: Bank Indonesia menargetkan laju inflasi berkisar antara 9 hingga 11 persen, hingga akhir tahun anggaran 2001. Sedangkan dalam revisi APBN 2001, pemerintah mematok tingkat inflasi tak lebih dari 9,3 persen. Sementara itu, kenyataannya, sampai Juli silam, laju inflasi telah mencapai 7,7 persen.

Itulah sebabnya, Gubernur BI Syahril Sabirin merasa optimistis laju inflasi tak akan melampaui target. Tingginya tingkat inflasi bulan Juli diakui sebagai akibat kenaikan tarif BBM Juni silam, yang memang biasanya baru terasa pengaruhnya sebulan sesudah kenaikan. Sementara itu, untuk bulan-bulan berikutnya BI yakin, dengan dukungan kebijakan ekonomi yang kondusif dari pemerintah, tingkat inflasi akan menurun.

Satu di antara indikatornya adalah nilai rupiah yang menguat terhadap dolar Amerika Serikat, yang diharapkan dapat menurunkan harga barang-barang berbahan baku impor. Untuk mengendalikan laju inflasi, Syahril menyatakan BI masih tetap memberlakukan kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku bunga Sertifikat BI. Kebijakan uang ketat ini akan dilonggarkan begitu rupiah mulai stabil.(RSB/Olivia Rosalia dan Agung Nugroho)


sumber : http://berita.liputan6.com/ekbis/200108/17597/BI.Optimistis.Mampu.Menekan.Laju.Inflasi

Inflasi Tetap 6 Persen

JAKARTA- Laju inflasi diperkirakan masih akan berkisar di level enam persen hingga akhir tahun. Dampak penguatan rupiah kemungkinan dapat menjaga inflasi di bawah enam persen.

Hal tersebut dikatakan Chief Economist Asia PT ING Securities Tim Condon saat teleconference penyampaian Survei Triwulanan Indeks Sentimen Investor ING, di Gedung BEI Jakarta, Jumat (22/10).

Menurutnya, di triwulan III-2010 investor Indonesia merasa kurang positif atas perekonomian dalam negeri dibandingkan triwulan II-2010 dan pasar lain di Asia.
"Meskipun terjadi sedikit penurunan sebesar empat persen dibandingkan indeks pada kuartal sebelumnya, sentimen investor Indonesia masih optimis pada umumnya.
Survei ini menunjukan kepercayaan investor yang berkelanjutan di Indonesia, mencerminkan pertumbuhan kuat dan meskipun ada kekhawatiran atas perubahan suku bungan dan inflasi domestik," timpal Presiden Direktur PT ING Securities Indonesia Dhanny Cahyadi.

Dhanny yakin bahwa sentimen dimiliki oleh para investor di Indonesia, yang juga merupakan cerminan seberapa efektif sebuah negara dalam mengatasi adanya krisis global dan permintaan dalam negeri yang terus menguat.
"Investor Indonesia juga menunjukkan kenaikan yang optimis terhadap perekonomian Amerika Serikat. Kenaikan yang optimis tersebut menempatkan mereka setingkat dengan indeks rata-rata pasar berkembang di Asia Tenggara dan kawasan Asia (kecuali Jepang)," tambah Condon.

Selain itu, lanjut Condon, investor Indonesia juga optimis krisis hutang di wilayah Eropa tidak berdampak pada strategi investasi di Indonesia. "Meskipun ada penurunan jumlah dari 80 persen di triwulan II-2010 menjadi 73 persen triwulan III-2010, investor Indonesia tetap yang memiliki nilai tertinggi di antara keseluruhan pasar yang termasuk dalam survei ini," imbuh Condon.(net)
 
Sumber : http://www.metrobalikpapan.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=44689

Solusi Kenaikan Harga Pangan Pokok

Laju kenaikan harga pangan pokok tahun 2010 ini mulai terasa pada bulan Juni, melonjak tinggi pada bulan Juli dan diperkirakan masih akan bertahan tinggi pada bulan Agustus-September 2010. Sesuatu yang cukup jelas adalah bahwa rekor laju inflasi 1,57 persen pada bulan Juli 2010 membuat waswas karena laju inflasi kumulatif selama tujuh bulan pertama telah mencapai 4,02 persen. Pemerintah menargetkan laju inflasi tahun 2010 sebesar 6 persen, yang hampir pasti akan terlampaui karena laju inflasi bulanan pada Agustus dan September diperkirakan masih akan tinggi.

Laporan bulanan Badan Pusat Statistik (BPS) tanggal 5 Agustus 2010 mencatat harga rata-rata beras (kualitas premium) pada bulan Juli sebesar Rp 8.037 per kilogram, naik 5,74 persen dibandingkan bulan Juni 2010, atau naik 21,04 persen dibandingkan harga beras pada Juli 2009. Kenaikan harga cabe rawit pada Juli 2010 juga sangat tinggi, yaitu mencapai 34,29 persen, harga cabe merah naik 24,73 persen, harga dagin ayam ras naik 11,28 persen, harga telur ayam ras naik 9,97 persen, ikan kembung naik 2,15 persen, dan harga gula pasir naik 1,37 persen.

Beberapa harga pangan juga mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan, sehingga tidak menjadi kontributor nyata pada laju inflasi bulan Juli 2010. Namun, hal yang harus diperhatikan adalah pada bulan Agustus ini, ekalasi harga-harga pangan tersebut belum akan menurun karena beberapa determinan utama kenaikan harga tersebut belum berhasil diidentifikasi dan dipecahkan.

Artikel berikut mencoba mengidentifikasi beberapa faktor pemicu kenaikan harga pangan tersebut, sekaligus memberikan tawaran solusi yang mungkin berguna agar dampak kenaikan harga pada masa mendatang tidak memberikan dampak yang merugikan dan meresahkan masyarakat.
                                                                                   ****
Faktor pertama pemicu kenaikan harga pangan kali ini adalah bertemunya dorongan permintaan dan ”ekspektasi positif” kenaikan harga karena laju konsumsi yang memang tinggi. Siapa pun paham bahwa pada bulan Juni-Juli harga pangan mengalami siklus kenaikan rutin, sebagaimana kenaikan rutin pada Desember-Januari setiap tahunnya.
Sesuatu yang sedikit berbeda adalah bahwa kenaikan harga pangan pada bulan Juli 2010 juga berhubungan dengan respons para pedagang terhadap ”ekspektasi positif” tradisi kenaikan harga karena beberapa faktor pemicu yang terjadi sejak akhir Juni atau awal Juli. Awal Juli seluruh pegawai negeri di Indonesia menerma gaji ke-13, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.

Pada awal Juli 2010 itu, pemerintah mengumumkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sekitar 15-18 persen, walaupun di lapangan kenaikan aktual dapat mencapai 70 persen.  Walau pun kemudian kenaikan TDL itu direvisi – sehingga secara riil kenaikan hanya berkisar 7 persen, namun ”ekspektasi positif” kenaikan harga sudah terlanjur terbentuk dan mempengaruhi psikologi pedagang dan masyarakat umum.

Apalagi fenomena kenaikan hargha pangan tersebut terjadi menjelang bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri yang secara tradisi selalu diikuti kenaikan harga pangan pokok.  Pada sisi lain, kecenderungan kenaikan konsumsi yang memicu kenaikan harga pada bulan Ramadan mungkin perlu dibahas secara moral dan ilmu agama. Umat Muslim yang diperintahkan untuk mengurangi konsumsi pangan pada bulan Ramadan justru cenderung mengkonsumsi lebih banyak pangan pokok dan pernak-pernik pangan lain sampai Idul Fitri tiba. 

Solusi yang dapat ditawarkan untuk meredam faktor ekspektasi positif ini mungkin bisa diharapkan dari opesari pasar dan pelaksanaan pasar murah di beberapa titik konsumsi di seluruh Indonesia. Pemerintah berencana akan melaksanakan pasar murah serentak di 50 titik konsumsi atau kota besar di seluruh Indonesia. Operasi pasar seperti ini dapat bermanfaat untuk mengendalikan faktor psikologis pasar yang dipicu oleh ”ekspektasi positif” seperti disebutkan di atas, agar kenaikan harga pangan tidak terjadi secara permanen.

Pada saat operasi pasar murah, pemerintah dapat menyampaikan pesan kepada spekulan tentang keseriusan upayanya dalam menjaga stabilisasi harga pangan pokok.  Sasaran pasar murah dapat dibagi mejadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah masyarakat umum dan konsumen di kota besar, yang telah demikian berat harus menanggung kenaikan harga pangan secara bersamaan.

Kelompok kedua adalah masyarakat miskin yang hidup di kantong-kantong kemiskinan di perkotaan (dan perdesaan). Sasaran pasar murah bagi kelompok kedua ini hanya akan efektif apabila dilaksanakan secara terpadu dengan tingkatan pemerintah yang paling bawah, dalam hal ini Kepala Desa, beserta aparat Rukun Warga dan Rukun Tetangga, yang seharusnya memiliki informasi lengkap tentang status warga miskin di wilayah kerjanya.
                                                                                ****
Faktor kedua pemicu kenaikan harga pangan adalah kinerja pasokan yang sedikit terganggu, walau pemerintah berkali-kali membantah bahwa pasokan pangan aman dan terkendali. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem produksi dan sistem distribusi beberapa pangan terganggu karena kualitas sarana dan prasarana transportasi banyak rusak. Beberapa media nasional dan daerah melaporkan rusaknya jalan di beberapa ruas di Pantai Utara Jawa, buruknya jalan Lintas Tengah dan Lintas Timur di Sumatera, sebagai dua poros utama jalru distribusi pangan.

Sebagaimana diketahui, aktivitas ekonomi di Pulau Jawa dan Sumatra merupakan 84 persen penyumbang terhadap kinerja ekonomi nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Betapa besar dan dahsyatnya apabila sarana infrastruktur di Jawa dan Sumatra terganggu. Dampak buruk yang ditimbulkannya tidak hanya ditanggung konsumen di perkotaan, tetapi juga harus ditanggung oleh petani di pelosok perdesaan.  Kenaikan harga pangan kali ini sedikit sekali yang dapat dinikmati petani karena persentase kenaikan harga di tingkat konsumen jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga di tingkat produsen.

Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi faktor produksi dan distribusi ini adalah peningkatan produksi pangan dan pertanian yang diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur vital, terutama jalan negara sampai jalan desa. Peningkatan produktivitas pangan (per satuan lahan dan per satuan tenaga kerja) wajib menjadi acuan strategi kebijakan, karena Indonesia tidak dapat mengandalkan cara-cara konvensional dan sistem budidaya yang telah diadopsi selama 40 dekade terakhir.

Pada aspek distribusi, selain upaya pemberantasan atau pengurangan pungutan resmi dan tidak resmi terhadap perdagangan komoditas pangan, perbaikan jaringan jalan dan infrastruktur vital lain menjadi sesuatu yang hampir mutlak. Rencana perbaikan jalan negara, jalan provinsi, kabupaten, sampai pada jalan desa dan jalan produksi usahatani, wajib segera diwujudkan. Masa-masa mudik menjelang lebaran adalah momentum yang tepat untuk segera merealisasikan tender beberapa proyek infrastruktur yang tertunda karena menunda kepastian pengesahan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

Kenyataan di lapangan, walaupun APBN-P tersebut telah disahkan, para aparat birokrasi yang terlalu hati-hati masih sering memberikan alasan yang sulit diterima akal sehat untuk tidak segera merealisasikan proyek infrastruktur yang terbengkalai. Misalnya, mereka berargumen masih menunggu kepastian pembiayaan beberapa tahun (multi-years) yang akan ditetapkan pada APBN 2011 mendatang. Maksudnya, para pemimpin di tingkat pusat dan daerah wajib memberikan pengarahan kepada staf dan anak-buah agar segera memberikan prioritas perbaikan sekian macam infrastruktur ekonomi sangat vital itu. Tindakan tegas terhadap mereka yang melakukan harus dibuat.
                                                                                  ****
Faktor ketiga yang memicu kenaikan harga pangan adalah perubahan iklim atau tepatnya musim kemarau basah yang diperkirakan masih akan berlangsung sampai November 2010. Gangguan produksi memang tidak terlihat pada musim panen raya padi April-Mei lalu, walaupun hal itu tidak berarti bahwa kualitas gabah akan lebih baik karena musim panen yang basah akan selalu meningkatkan butir mengapur dan derajat patah yang semakin tinggi. Akibat berikutnya, petani tidak menerima harga jual gabah yang layak, walaupun sebenarnya masih lebih tinggi dibandingkan harga jual gabah tahun-tahun sebelumnya.

Dengan harga faktor produksi yang juga ikut meningkat, maka tingkat keuntungan relatif petani padi di Indonesia juga tidaklah terlalu tinggi. Demikian pula, rendahnya pasokan cabe dan produk hortikultura lain juga ikut memicu eskalasi harga komoditas penting bagi konsumsi rumah tangga dan industri kuliner Indonesia. Ancaman fenomena bulan basah La Nina masih akan mengganggu dan meningkatkan harga eceran pangan pokok pada siklus panen raya tahun 2011, sehingga Indonesia wajib melakukan analisis penilaian risiko (risk assessment)  terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan faktor eksternal tersebut.

Analisis serupa juga wajib dilakuka terhadap beberapa komoditas pangan Indonesia yang berasal dari impor, terutama gandum, karena beberapa negara produsen gandum di Eropa Timur mengalami gangguan musim kemarau yang diperkirakan mengurangi produksi dan cadangan gandum dunia secara signifikan.

Solusi yang dapat ditawarkan untuk menanggulangi faktor perubahan iklim ini memang tidak ada yang berdimensi jangka pendek, karena proses adaptasi dan mitigasi memerlukan waktu dan proses penyesuaian yang relatif lama. Namun demikian, strategi penguatan cadangan pangan di tingkat pusat melalui Perum Bulog, serta di daerah melalui divisi regional dan sub-regional di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat dijadikan langkah penting dalam jangka menengah.

Paling tidak, untuk menjaga tingkat aman dan stabilitas harga pangan yang lebih berkelanjutan, cadangan beras yang dikuasai Bulog harus di atas 1,5 juta ton atau lebih. Cadangan beras pemerintah (CBP) di bawah 1 juta ton bukan angka yang aman dalam mengantisipasi eskalasi harga pangan pokok. Artinya, penanggulangan lonjakan harga pangan ini memerlukan kombinasi solusi jitu pada tingkat keputusan politik dengan presisi tinggi pada tingkat teknis ekonomis. Persoalan pangan dan kebutuhan pokok lain bukan ajang eksperimen pencitraan para pemimpin, tetapi merupakan uji kepatutan dan hati nurani kaum elit di negeri ini yang pantas disebut negarawan dan hamba Allah yang beriman. 


sumber : http://metrotvnews.com/read/analisdetail/2010/08/13/59/Solusi-Kenaikan-Harga-Pangan-Pokok


Bencana Alam Tidak Ganggu Inflasi

Badan Pusat Statistik melaporkan sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia tidak mengganggu tingkat inflasi, meski hanya mencapai 0,06 persen selama Oktober 2010, namun secara kumulatif inflasi nasional tercatat 5,35 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 5,67 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia Rusman Heriawan mengatakan, bencana alam yang terjadi di Indonesia tidak mempengaruhi tingkat inflasi, karena daerah yang terkena bencana bukan daerah pusat pengembangan pangan.
Daerah yang terkena bencana tersebut, baik banjir bandang Wasior di Papua, tsunami Mentawai di Sumatera Barat, dan Gunung Merapi di Yogyakarta, perekonomiannya berjalan lamban dan saat ini bergantung pada bantuan yang datang.
Sementara itu, inflasi didukung oleh adanya produksi dan distribusi, sehingga diyakini baik secara lokal maupun nasional tidak ada dampak signifikan bencana terhadap laju inflasi. 
Namun, faktor beras masih menunjukkan kenaikan, karena beras sebagai pemegang kontribusi terbesar inflasi yang harganya meningkat tipis 0,74 dan menyumbang inflasi 0,04 persen.
Oleh karena itu, Pemerintah harus waspada akan kelonjakan permintaan beras hingga akhir tahun ini, terlebih saat bencana alam ini.

http://id.ibtimes.com/articles/3051/20101101/bencana-alam-tidak-ganggu-inflasi.htm

Inflasi Sulsel Capai 1,98%

Laju inflasi Sulsel pada Juli mencapai 1,98% atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 0,61%.Tingginya inflasi ini akibat naiknya harga berbagai bahan kebutuhan pokok menjelang Ramadan. Bulan Juli lalu, inflasi Sulsel tercatat 1,98%. Ini dipicu kenaikan IHK (indeks harga konsumen) komoditi dengan kelompok pengeluaran bahan makanan yang paling besar memberikan kontribusi,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bambang Suprijanto di Makassar kemarin. Menurutnya, pergerakan IHK kelompok bahan makanan pada Juli lalu dibanding Juni naik 5,76%. IHK kelompok pengeluaran bahan makanan pada Juni lalu hanya 133,03 naik menjadi 140,69 pada Juli lalu. Selain bahan makanan, kelompok pengeluaran yang juga memberikan kontribusi pada tingginya inflasi adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,94%. Disusul kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,33%.

“Tingginya inflasi Sulsel juga dipicu naiknya IHK di empat kota besar di Sulsel, yakni Makassar,Watampone, Parepare, dan Palopo,” ungkapnya. Inflasi paling tinggi terlihat di Kota Makassar sebesar 2,11%, disusul Watampone 1,65%, Parepare 1,49%, dan Palopo 1,16%. Inflasi tersebut berdasarkan subkelompok paling besar kontribusinya dari bumbu-bumbuan. Hingga Juli lalu, IHK bumbubumbuan mengalami inflasi 30,98% dari IHK Juni sebesar 146,20 menjadi 191,49. “Meski demikian, berdasarkan subkelompok bahan makanan, buahbuahan menunjukkan deflasi 0,51%,”katanya. Tingginya IHK tersebut dipengaruhi tingginya permintaan bahan makanan, terutama bumbubumbuan menjelang Ramadan. Salah satunya adalah harga cabai yang harganya sempat melambung di pasaran.
“Tingginya inflasi ini karena tingginya harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan. Prediksi kami,inflasi akan lebih tinggi lagi pada bulan ini karena memasuki awal Ramadan,”tuturnya. Hal yang sama diungkapkan pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Syarkawi Rauf. Menurutnya, tingginya inflasi tersebut kemungkinan lebih disebabkan tingginya harga bahan pokok. Bahkan, dia memprediksi inflasi pada Agustus dan September mendatang akan lebih tinggi. “Kalau Juli saja sudah 1,98%, hampir pasti pada Agustus dan September mendatang akan mencapai 2% lebih karena memang ini momen harga-harga tinggi seperti pada tahun-tahun yang lalu,”ujarnya.
Target Inflasi 2010 Sulit Tercapai
Target pemerintah untuk mencapai inflasi 2010 sebesar 5,3% akan sulit tercapai. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, inflasi Juli tercatat sebesar 1,57%. Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan, selama periode Januari–Juli 2010 inflasi tercatat sebesar 4,02%. Dengan demikian, sulit bagi pemerintah dalam sisa lima bulan untuk menekan laju inflasi karena faktor Ramadan dan Lebaran yang diperkirakan mendorong inflasi. “Sekarang kan total 4,02%, ada sisa 1,3%.Kalau mau tercapai 5,3%, berarti 1,3% dibagi lima bulan,maka 0,2% tiap bulan.
Saya rasa Agustus enggak bakal 0,2%,” kata Rusman kepada wartawan di kantornya,Jakarta,kemarin. Dia mengatakan, pemerintah akan sulit untuk mempertahankan inflasi di level 5,3% pada akhir tahun.Dia memperkirakan, inflasi akan berada di kisaran 5,5%. Menurutnya, angka inflasi yang rendah juga tidak bagus bagi perekonomian suatu negara yang sedang dalam proses pemulihan. Rusman menambahkan, inflasi Juli 1,57% merupakan yang tertinggi selama tujuh bulan pertama 2010.Kemudian inflasi Juli 2010 terhadap Juli 2009 (year on year) tercatat sebesar 6,22%.
Inflasi terjadi, terutama disumbang dari kelompok bahan makanan sebesar yang menyumbang inflasi sebesar 1,08%; transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (0,25%); dan makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (0,12%).“Semua kelompok menunjukkan inflasi positif, kecuali kelompok sandang yang masih mengalami deflasi tipis,” ujarnya. Adapun sumbangan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terhadap inflasi, menurut Rusman, baru akan terlihat pada inflasi Agustus. Dan dukungan untuk Blogger Templates 


Sumber : http://pialadunia2010afrikaselatan.blogdetik.com/2010/08/04/inflasi-sulsel-capai-198/

Potensi Kenaikan BBM Dorong Laju Inflasi 2010

Jakarta, Bank Indonesia (BI)memperkirakan inflasi tahun 2010 akan lebih tinggi dari tahun 2009 terkait dengan potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji akibat mulai naiknya harga minyak dunia.

Hal ini dikemukakan oleh peneliti Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Rudy Hutabarat di sela Musyawarah Penanaman Modal di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis (6/8/2009). "Pasca pemilu biasanya diikuti kenaikan BBM dan elpiji, itu bisa mendorong inflasi," ujarnya.

Menurutnya, harga jual BBM bersubsidi masih berpotensi meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$ 70 per barel. Sama halnya dengan harga jual elpiji tabung 12 kg yang saat ini dijual pada harga Rp 5.000 per kg sedangkan harga keekonomiannya berada di sekitar Rp 7.000 per kg.

Kenaikan Elpiji

Rudy juga mengatakan, BI memperkirakan kenaikan harga elpiji tahun 2010 bisa menyumbang inflasi sebesar 0,28-0,55%.

"Untuk mendekati harga keekonomiannya, potensi kenaikan elpiji 12 kg diperkirakan sekitar 13-26% sehingga akan memberikan sumbangan sebesar 0,28-0,55% inflasi," katanya.

Menurutnya pada bulan Juli 2008 PT Pertamina sempat mengusulkan kenaikan harga elpiji 12 kg setiap bulannya untuk disesuaikan dengan harga keekonomiannya, namun usulan tersebut dibatalkan oleh pemerintah.

"Dengan ini potensi kenaikannya cukup besar, terkait dengan harga jual elpiji 12 kg dan industri internasional yang cukup tinggi," katanya.

Ia menambahkan, dampak kenaikan elpiji terhadap inflasi tersebut sudah mempertimbangkan meningkatnya bobot elpiji dalam indeks harga konsumen. Bobot elpiji di tahun 2010-2012 akan meningkat sehingga terus memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap inflasi.

Sementara, kenaikan harga minyak tanah akibat masih adanya permintaan di tengah pengurangan pasokan diperkirakan tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap inflasi.

sumber : http://www.kilasberita.com/kb-finance/ekonomi-a-moneter/19464-potensi-kenaikan-bbm-dorong-laju-inflasi-2010

Inflasi Kota Ambon Awal 2010 Capai Level 3,23 Persen

(Berita Daerah - Maluku) - Laju inflasi Kota Ambon selama bulan Januari 2010 mencapai level 3,23 persen atau mengalami penurunan tipis dibanding akhir tahun 2009 sebesar 3,49 persen.

"Besarnya laju inflasi Kota Ambon dalam bulan Januari dipengaruhi nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) umum sebesar 121,68 persen sehingga angka inflasi sebesar ini membuat Ambon masuk urutan tertinggi kedua dari 66 kota IHK di Indonesia setelah Kota Maumere (NTT) yang mencapai 3,56 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku, Bambang Kristianto, di Ambon.

BPS Maluku juga mencatat angka inflasi kumulatif sebesar 3,23 persen dan inflasi year on year atau inflasi tahunan dari Februari 2009 hingga Januari 2010 sebesar 8,59 persen.

Menurut Bambang, pada bulan Januari 2010 seluruh kota di tanah air khususnya 66 kota IHK mengalami inflasi, dimana Maumere merupakan kota yang paling tinggi nilainya sedangkan yang terendah ada di Kota Sorong sebesar 0,12 persen.

Inflasi yang terjadi di Kota Ambon umumnya merupakan interaksi dari fluktuasi harga-harga secara umum yang dialami tujuh kelompok komoditi.

Lima komiditi diantaranya tercatat mengalami inflasi dan satu komoditi mengalami deflasi dan satu kelompok lainnya tidak mengalami perubahan.

Lima kelompok komoditi yang mengalami inflasi diantaranya kelompok bahan makanan sebesar 7,06 persen, kelompok makanan jadi, muniman, rokok dan tembakau 1,59 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,26 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,09 persen dan kelompok transport, komunikasi serta jasa keuangan sebesar 6,04 persen.

"Kelompok sandang kali ini mengalami deflasi sebesar 0,10 persen sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga tidak mengalami perubahan sejak November 2009 sampai saat ini," katanya.

Dari sisi kecepatan kenaikan harga yang diindikasikan dengan besarnya IHK umum sampai bulan Januari 2010, kota Ambon tercatat menduduki rangking ke-22 sehingga mengindikasikan kenaikan harga di daerah ini lebih lamban dibanding 21 kota lainnya di Indonesia.

Sama seperti bulan-bulan sebelumnya, kelompok bahan makanan masih memberikan andil sebesar 1,75 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,19 persen.

sumber : http://www.beritadaerah.com/news.php?pg=berita_maluku&id=17800&sub=column&page=1

Resesi Amerika ? Inflasi di Indonesia !

Suatu financial keuangan negara di katakan kokoh jika memiliki perekonomian makro dan mikro yang kuat. Dan itu sebenarnya di miliki oleh sebuah negara adidaya Amerika serikat saat ini. Namun entah kenapa hal itu belum bisa menjamin suatu Negara agar tidak mengalami suatu resesi. Karena ada satu factor penting yang juga sangat mempengaruhi selain perekonomian makro dan mikro yang kuat, yaitu suatu keadaan di mana jika semakin maju suatu bangsa, maka semakin susah pula untuk mengalami pertumbuhan ekonomi.

Terlepas dari nilai angka yang structural dan statistical, pertumbuhan rata-rata di negara yang telah di katakan maju, tidak lebih dari 10%, atau bahkan di bawah 5 %. Ancaman krisis di Amerika Serikat tampaknya sudah di depan mata. Namun, banyak pihak memperkirakan bentuk gejolak yang bakal terjadi akan menjelma sebagai perlambatan pertumbuhan ekonomi negara superpower ini. Memang tak ada yang tahu akan separah apa krisis tersebut. Ekonom dari Goldman Sach mendefinisikannya sebagai tanda-tanda awal terjadinya resesi ekonomi di AS. Tinggal menunggu waktunya saja. Perlambatan ekonomi negara itu telah semakin mendekat. Bernanke menggambarkan perekonomian AS akan memburuk pada 2008 akibat gejolak di pasar perumahan, kenaikan harga minyak, dan melemahnya pasar saham, ungkap Gubernur The Federal Reserve Ben Bernanke pada tanggal 10 Januari 2008 Dari angka-angka ekspor nonmigas Indonesia ke AS selama ini yang tercatat di Badan Pusat Statistik dan diolah kembali oleh Departemen Perdagangan.
Sekilas terlihat betapa produk Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika karena ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah Jepang, suatu data yang sangat membagakan sekaligus mencengangkan karena ekonomi Indonesia sangat tergantung dengan AS. Seperti yang di lansir badan statistic perdagangan, Ekspor nonmigas Indonesia ke AS meningkat dari 7,17 miliar dollar AS pada 2002 menjadi 10,68 miliar dollar AS pada 2006 atau meningkat 11,74 persen. Selama Januari-Agustus 2007, ekspor ke AS sudah mencapai 7,48 miliar dollar AS atau meningkat 5,14 persen daripada periode yang sama tahun 2006. Itu artinya, peran ekspor ke AS terhadap total ekspor nonmigas Indonesia mencapai 12,45 persen, setingkat di bawah ekspor ke Jepang yang mencapai 15,36 persen. Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian menjelaskan bakal adanya gejolak perekonomian di AS pada 2008. Di dalam negeri kita, kalangan pemerintah sebenarnya sudah mulai sadar pada kondisi itu. Jauh- jauh hari, pada pertengahan November 2007. Namun, masih percaya tak akan ada resesi, hanya perlambatan pertumbuhan ekonomi. Perlambatan ekonomi bisa berarti banyak hal. Salah satu yang dipercaya akan terjadi adalah melemahnya daya beli penduduk Amerika. Oleh karena itu sebaiknya para eksportir segera mencari Negara alternative tujuan ekspor selain AS, Asia misalnya! Kemudian bagaimana hubungannya dengan inflasi? Dari sisi harga barang, Negara kita-pun belum aman dari potensi tekanan inflasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu dalam sebuah tulisannya mengungkapkan, adanya beberapa risiko yang mungkin menyebabkan tekanan terhadap laju inflasi tahun 2008.
Efek negative itu antara lain pertama, persepsi pelaku ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia. Ke-dua, proses konsolidasi pasar finansial global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan mereda.Ke-tiga, kemampuan produksi minyak domestik yang tidak sesuai target. Ke-empat, potensi peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi, terutama yang dipicu tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga. Ke-lima, risiko terkait kenaikan harga minyak dunia. Kelima dampak negative tersebut akan sangat membebani pencapaian target inflasi pada 2008 yang ditetapkan 5 persen dengan deviasi 1 persen. Kemudian apakah tidak ada solusinya, apakah pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa ? Obat pencegah laju inflasi itu pada dasarnya ada lima. Pertama, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi volatile food. Kedua, meminimalisasikan dampak administered price. Ke-tiga, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Ke-empat, menjaga agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah. Ke-lima, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan (output gap). Secara keseluruhan, inflasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan daya beli di masyarakat akan semakin berkurang. Karena uang yang beredar di masyarakat nilainya terus menurun. Hal itu secara tidak langsung dapat menurunkan angka lowongan kerja yang pada akhirnya angka pengangguran akan meningkat karena banyak pen- cari kerja yang tidak tertampung. Dampak resesi AS dapat di cegah dan di minimalisir jika departemen terkait dapat bekerja-sama dengan baik dan sinergi.

Sumber : http://go-kerja.com/resesi-amerika-inflasi-di-indonesia/

Sabtu, 06 November 2010

PTKP berpeluang diubah, Laju inflasi jadi pertimbangan utama pemerintah

JAKARTA: Pemerintah menyatakan besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berpeluang untuk diubah apabila tingkat inflasi pada 1-2 tahun ke depan melambung tinggi.
Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengatakan pemerintah dapat mengubah besaran PTKP tersebut tanpa harus melalui persetujuan DPR.

"Cukup berkonsultasi dengan DPR dan bukan minta izin, kemudian PMK [Peraturan Menteri Keuangan] bisa diterbitkan. Jadi cukup PMK bukan PP [Peraturan Pemerintah]," katanya seusai mengikuti sidang uji material UU No. 36/2008 tentang PPh di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, kemarin.

Berdasarkan Pasal 7 Ayat 3 UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) diatur bahwa penyesuaian besarnya PTKP ditetapkan dengan PMK setelah dikonsultasikan dengan DPR.

Darmin menjelaskan basis penetapan PTKP saat ini merupakan hasil penyesuaian dari inflasi pada 2007 dan perkiraan inflasi pada 2008. "Kalau digabung 2 tahun itu kira-kira 19%. Jadi [PTKP] kita naikkan 20%. Itu untuk menjawab inflasi yang naik," jelasnya.
Besaran PTKP saat ini terhitung mulai 1 Januari 2009 adalah Rp15,8 juta bagi wajib pajak (WP) orang pribadi dan tambahan Rp1,3 juta bagi (WP) yang sudah kawin.

Sebelumnya, besaran PTKP sejak 1 Januari 2006 sampai 31 Desember 2008 adalah Rp13,2 juta bagi WP orang pribadi dan tambahan Rp1,2 juta bagi WP yang sudah kawin.

Pemerintah, kata Darmin, dalam perjalanan waktu akan selalu memperhatikan laju inflasi untuk disesuaikan dengan besaran PTKP yang ada. "Kalau nanti inflasi naik walaupun kecil tetapi terjadi beberapa tahun atau besar dalam 1 tahun, itu pasti dipertimbangkan lagi PTKP itu. Seberapa besar? yang penting bisa menutup inflasi," tuturnya.

Berdasarkan catatan Bisnis, sejak 1983 pemerintah telah mengubah besaran PTKP sebanyak enam kali di mana sebanyak empat kali perubahan dilakukan melalui UU yaitu UU No.8/1983, UU No. 10/1994, UU No. 17/ 2000, dan UU No. 28/ 2008. Sisanya sebanyak dua kali melalui PMK yaitu No. 564/ KMK.03/2004 dan No. 137/ PMK.05/2005. (grafis)

"Jangan lupa dalam 5 tahun terakhir ada tahun-tahun yang inflasinya agak tinggi. Kalau [inflasi] 10% dalam 2 tahun akan dipertimbangkan untuk di-review kembali. Jadi jangan dikira pemerintah tidak mempertimbangkan kondisi rakyatnya," tambahnya.

Kenaikan pajak

Di tempat terpisah, Staf Ahli Menteri Keuangan Chatib Basri menyebutkan paket stimulus ekonomi di suatu negara berpotensi meningkatkan tarif pajak dalam kurun waktu 10 tahun setelah dikucurkan, menyusul membengkaknya defisit.

Dia menuturkan pemberian stimulus fiskal dengan cara memperbesar defisit anggaran biasanya menyebabkan kewajiban pembayaran pajak masyarakat akan meningkat.

Kenaikan beban pajak tersebut diperkirakan baru akan terjadi pada 10 tahun mendatang pascapelaksanaan stimulus.

"Dengan stimulus maka orang harus berpikir bahwa pajak akan naik dalam 10 tahun ke depan," jelasnya dalam diskusi bertajuk Keynesianisme, stimulus ekonomi dan dampaknya, Kamis pekan ini.

Meski demikian, Chatib menuturkan pemerintah sudah mengkaji implikasinya terhadap tarif pajak sebelum mengucurkan paket stimulus. Karena itu guna menjaga kesinambungan fiskal untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah menetapkan defisit pada kisaran yang masih cukup aman, yakni 2,6% dari PDB.

"Pemerintah menetapkan defisit 2,6%, angka itu sustainable dalam jangka menengah, tetapi kalau dana stimulus ditetapkan besar sekali defisitnya naik tinggi sekali dan ke depan harus menaikkan pajak,"tuturnya.

Ekonom University of Chicago John H. Cochrane dalam salah satu artikelnya mengatakan agar stimulus berjalan, maka pemerintahnya harus membuat orang lupa bahwa pajak akan naik pada kemudian hari.

Pada bagian lain, MK menolak permohonan uji materi UU No. 36/2008 tentang PPh yang diajukan oleh Gustian Djuanda yang berprofesi sebagai seorang dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI).

Ketua Majelis Hakim M. Mahfud M.D. mengatakan permohonan uji materi tersebut tidak dapat dikabulkan karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dalam perkara tersebut.



sumber : http://pajak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4436&Itemid=48

Inflasi

Inflasi adalah fenomena kenaikan harga-harga pada sebuah lingkup ekonomi. Tingkat inflasi biasanya diberikan dalam persentase. Jika inflasi pada sebuah tahun adalah 10%, maka rata-rata harga barang pada akhir tahun lebih mahal 10% daripada di awal tahun. Atau dengan kata lain, nilai yang bisa dibeli oleh sejumlah uang berkurang 10% pada akhir tahun dibandingkan dari awal tahun.
Inflasi dihitung secara statistik dengan mengambil sampel harga-harga di pasaran. Karena itu bisa saja perhitungan inflasi dari dua buah pihak berbeda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor perbedaan cara pengambilan data, metodologi yang berbeda, fokus penghitungan, serta waktu pengambilan sampel yang berbeda.
Menghitung Inflasi Kumulatif
Menghitung tingkat inflasi selama beberapa tahun tidak dapat dilakukan dengan menjumlahkan begitu saja tingkat inflasi per tahun. Perhitungan harus dilakukan dengan cara ‘penjumlahan geometris’. Sebagai contoh ingin dilakukan perhitungan tingkat inflasi selama dua tahun dimana inflasi pada tahun pertama adalah 5% dan pada tahun kedua sebesar 20%. Maka besar inflasi dari 1 Januari tahun pertama sampai 31 Desember tahun kedua adalah (1+5%) * (1+20%) – 100% == 26%.
Dengan menggunakan spreadsheet seperti Gnumeric, OpenOffice.org Calc atau *gasp* Microsoft Excel, perhitungan inflasi kumulatif dapat memanfaatkan fungsi GEOMEAN() yang berfungsi untuk mencari rata-rata geometris dari parameter-parameternya. Contoh di atas jika dihitung dengan bantuan spreadsheet dapat dituliskan menjadi =GEOMEAN(1+5%, 1+20%)^2-100%. Dengan 2 pada pangkat 2 adalah jumlah tahun yang dihitung.
Contoh Penerapan Penghitungan Inflasi Sehari-hari
Tingkat inflasi dapat digunakan oleh pemberi dan penerima gaji sebagai salah satu faktor untuk menentukan tingkat kenaikan gaji. Sebagai contoh, seorang pekerja menerima gaji Rp 2 juta pada 1 Januari 2002. Karena itu wajar jika dia meminta kenaikan gaji kurang lebih 11.8% pada 31 Desember 2002 sesuai tingkat inflasi pada tahun tersebut, tentunya setelah mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Jika dia tidak mendapat kenaikan gaji, maka pendapatannya secara efektif berkurang sebesar 11.8%.
Jika ada yang memiliki data waktu awal penetapan gaji anggota DPR yang berlaku saat ini, maka dapat dihitung besarnya depresiasi gaji tersebut dan dapat pula diketahui berapa besar gaji yang pantas. Tentunya inflasi hanyalah sebuah variabel di antara variabel-variabel lainnya.
Gaji pertama saya pada tahun 1996 yang cuma Rp 350 ribu per bulan ternyata bernilai sama dengan Rp 1.120.000 pada tahun 2005. Ah, ternyatagak jelek-jelek amat :).
Supaya efektif mendapatkan keuntungan, maka perkembangan investasi haruslah di atas tingkat inflasi. Sebagai contoh, menyimpan uang dalam bentuk deposito pada awal tahun 2005 kemungkinan besar tidak menguntungkan karena bunga deposito hanyalah sekitar 5.75%, sedangkan inflasi dalam empat tahun terakhir selalu di atas 6%. Jika pada 1 Januari 2005 uang sebesar Rp 10 juta didepositokan, maka pada 1 Januari 2006 uang tersebut akan berkembang sebesar 5.75% yaitu menjadi Rp 10.575.000. Walaupun angkanya lebih besar, nilainya lebih kecil dibandingkan pada awal investasi karena pada masa tersebut harga-harga kebutuhan diperkirakan meningkat lebih besar daripada 5.75%.
Produk hukum biasanya mengesampingkan faktor inflasi sehingga nilai hukuman denda selalu berkurang seiring dengan perkembangan waktu. Sebagai contoh berikut ini adalah kutipan Pasal 59 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Dua juta Rupiah pada tahun 1992 adalah jumlah yang sangat besar. Sedangkan dua juta Rupiah pada awal tahun 2005 memiliki nilai yang setara dengan kurang lebih Rp 445 ribu pada tahun 1992. Jadi pengemudi yang tidak dapat menunjukkan SIM pada tahun 1992 secara efektif didenda kurang lebih 4.5 lebih besar daripada pelanggaran serupa jika dilakukan pada tahun 2005. Sedangkan hukuman kurungan tidak ada perbedaan antara 1992 dan 2005. Jika anda melihat produk perundangan tahun 60-an yang masih berlaku, maka anda dapat saja menjumpai angka-angka denda yang tidak wajar untuk haree genee, misalnya Rp 1000 atau Rp 2000.
Jika A meminjam uang dari B pada 1 Januari 2004 sebesar 10 juta Rupiah. Kemudian pada 31 Desember 2004, B mengembalikannya kepada A dengan jumlah uang yang sama. Maka selama B memakai uang tersebut, nilai efektifnya berkurang sebesar 6.1%. 10 juta pada 31 Desember 2004 bernilai 6.1% lebih kecil daripada 10 juta pada 1 Januari 2004. Karena membungai pinjaman tidak etis dan dilarang oleh agama tertentu, maka jika anda meminjam uang janganlah terlalu lama :).

sumber : http://priyadi.net/archives/2005/07/20/inflasi/

SBY: Nilai tukar rupiah stabil turunkan laju inflasi hingga 2,8%

Jakarta - Sejalan dengan terpeliharanya kestabilan nilai tukar rupiah, laju inflasi selama tahun 2009 secara berangsur-angsur terus menurun. Laju inflasi tahunan yang pada akhir tahun 2008 mencapai sekitar 11,1 persen, menurun menjadi 2,8 persen pada akhir tahun 2009.

"Angka ini di bawah sasaran yang ditetapkan pemerintah sebesar 4,5 persen," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menyampaikan laporan RAPBN dan Nota Keuangan di gedung MPR/DPR RI, Senin (16/8).

Presiden menambahkan bahwa menurunnya laju inflasi sepanjang tahun 2009, sangat dipengaruhi oleh rendahnya laju inflasi pada bahan makanan dan komponen barang-barang yang harganya ditetapkan pemerintah.

Namun, pada tahun 2010 ini, laju inflasi diperkirakan cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia yang mendorong kenaikan harga-harga komoditas global, dan inflasi mitra dagang utama Indonesia.  Selain itu, perubahan iklim yang ekstrim juga telah berdampak pada menurunnya produksi pangan dunia.

"Penurunan produksi seperti gandum, gula dan jagung di tingkat global, berakibat pada meningkatnya harga pangan dunia dan mendorong terjadinya inflasi," ungkap Yudhoyono, seperti dilansir laman presidenri.go.id.

Oleh karena itu, pemerintah harus terus melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan dengan melakukan operasi pasar, menjaga kecukupan pasokan dan ketersediaan barang, mengamankan stok di daerah, menjaga kelancaran distribusi barang, mengembangkan sistem logistik nasional, dan mengintensifkan penyuluhan pertanian agar petani lebih siap dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Di lain pihak, menurunnya tekanan inflasi sepanjang tahun 2009, telah direspon dengan penurunan BI rate sejak Januari 2009, dan mendorong suku bunga SBI 3 bulan rata-rata dalam tahun 2009, mencapai sekitar 7,6 persen. "Ini lebih rendah dari rata-rata suku bunga SBI 3 bulan tahun sebelumnya, tahun 2008, yang mencapai sekitar 9,3 persen," kata SBY.


sumber : http://www.primaironline.com/berita/ekonomi/sby-nilai-tukar-rupiah-stabil-turunkan-laju-inflansi-hingga-2-8



Soal Inflasi, Indonesia-Malaysia Unggul Siapa

VIVAnews - Badan Pusat Statistik baru saja meluncurkan data-data perkembangan indikator utama sosial-ekonomi Indonesia. Salah satunya, BPS membandingkan inflasi nasional dengan inflasi negara-negara lain.
Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dan Bank Indonesia yang bertugas menjaga laju inflasi bertekad untuk mengarahkan inflasi pada level yang lebih rendah di masa-masa yang akan datang.
Pjs Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dalam beberapa kesempatan kerap mengungkapkan keinginan agar laju inflasi Indonesia rata-rata bisa di kisaran 3 persen.
Jika melihat dari data BPS tentang tren laju inflasi secara year on year (tahunan) pada Maret hingga Mei 2010, terlihat bahwa Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura.
Pemerintah dan Bank Indonesia kerap menyebutkan bahwa kondisi geografi Indonesia menjadi kendala utama yang membuat laju inflasi negara ini secara year on year rata-rata masih di atas 3 atau 4 persen, bahkan sering melebihi 5 persen.
Ini berbeda dengan Malaysia yang berhasil menahan laju inflasi rata-rata di bawah 2 persen. Demikian halnya dengan Singapura, negara kota dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit rata-rata bisa menjaga laju inflasi di kisaran 2-3 persen.
Indonesia tidak jauh berbeda dengan Philipina. Negara Philipina yang juga terdiri dari banyak pulau, seperti disebutkan data BPS, juga kesulitan menjaga laju inflasi di level yang rendah. 
Vietnam, merupakan negara di ASEAN dengan laju inflasi tertinggi dalam beberapa waktu belakangan. Negara tersebut tengah berjuang keras melakukan upaya untuk meredam laju inflasi yang sudah cukup tinggi. Bahkan, bank sentral Vietnam beberapa hari lalu melakukan upaya devaluasi mata uang dong sebagai salah satu instrumen untuk menekan inflasi.

sumber ; http://bisnis.vivanews.com/news/read/172959-soal-inflasi--indonesia-malaysia-menang-mana

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Mei 2008 Sebesar 1,41 Persen

Pada bulan Mei 2008 terjadi inflasi 1,41 persen. Seluruh 45 kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi
terjadi di Banda Aceh 3,78 persen dan inflasi terendah di Palangkaraya 0,19 persen.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok-kelompok barang dan jasa sebagai berikut : kelompok bahan makanan 1,72 persen, kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,86 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar 1,58 persen, kelompok kesehatan 0,69 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,37 persen dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 2,23 persen. Sedangkan kelompok yang mengalami penurunan indeks adalah kelompok sandang 0,16 persen.
Laju inflasi tahun kalender (Januari-Mei) 2008 sebesar 5,47 persen, sedangkan laju inflasi “year on year” (Mei 2008 terhadap Mei 2007) sebesar 10,38 persen.
Inflasi komponen inti pada bulan Mei 2008 sebesar 0,76 persen, laju inflasi komponen inti tahun kalender (Januari-Mei) 2008 sebesar 4,32 persen, sedangkan laju inflasi komponen inti “year on year” (Mei 2008 terhadap Mei 2007) sebesar 8,69 persen.

sumber : http://magisterekonomi.wordpress.com/2008/06/10/perkembangan-indeks-harga-konsumeninflasi-mei-2008-sebesar-141-persen/

PERANAN BANK INDONESIA DALAM PENGENDALIAN INFLASI

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pada salah satu pasalnya disebutkan bahwa BI adalah lembaga negara yang independen. Maksud kalimat tersebut adalah Independen diartikan sebagai lembaga negara yang bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lainnya. Selanjutnya, dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula BI wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka melaksanakan tugasnya. Independensi tersebut ditandai dengan diberikannya kewenangan penuh pada BI dalam menetapkan target-target yang akan dicapai (goal independence) dan kebebasan dalam menggunakan berbagai piranti moneter (instrument independence) dalam mencapai target tersebut. Selanjutnya, dalam Pasal 10 ditegaskan bahwa BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi. Demikian pula, untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian moneter serta kapasitasnya sebagai lender of the last resort, dalam Pasal 11 dinyatakan bahwa pemberian kredit oleh BI kepada bank dibatasi.
Jangka waktu kredit kepada bank maksimal 90 hari dan penggunaannya hanya untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Selain itu, kredit tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang bernilai tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterima oleh bank.
Tujuan dan tugas BI saat ini sesuai dengan undang-undang baru tersebut adalah tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut BI mempunyai 3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan. Perlu dikemukakan bahwa tugas pokok BI berubah sejak diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu dari multiple objective (mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan BI akan lebih mudah diukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
BI mengontrol tingkat inflasi dengan cara Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol BI atas inflasi sangat terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, BI selalu melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian, khususnya terhadap kemungkinan tekanan inflasi. Selanjutnya respon kebijakan moneter didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan di sektor riil. Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini.
Kebijakan moneter BI kedepan yang lebih memfokuskan pada sasaran tunggal inflasi dilakukan dengan cara Sasaran akhir kebijakan moneter BI di masa depan pada dasarnya lebih diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di dunia, dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih memfokuskan diri pada upaya pengendalian inflasi. Alasan yang mendasari perubahan tersebut adalah, pertama, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi, kebijakan moneter tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti pertumbuhan output ataupun tingkat pengangguran. Kedua, pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh (full employment) dan penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Ketiga, yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai kegiatan ekonomi.
Strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah :
1. Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter.
2. Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.
3. Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
4. Memformulasikan respon kebijakan moneter.

Dapat ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen (IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core atau underlying inflation) sebagai sasaran operasional.
Konsep inflasi inti (core inflation) dapat kita bagi menjadi dua yaitu Berdasarkan pengertiannya, ada 2 konsep dalam pengertian inflasi inti. Pertama, inflasi inti sebagai komponen inflasi yang cenderung ‘menetap’ atau persisten (persistent component) di dalam setiap pergerakan laju inflasi. Kedua, inflasi inti sebagai kecenderungan perubahan harga-harga secara umum (generalized component). Core inflation pada beberapa literatur disebut juga dengan underlying inflation. Inflasi inti inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh BI. Di dalam operasionalnya, BI tidak menggunakan inflasi IHK sebagai acuan dalam mengambil kebijakan moneter, namun menggunakan inflasi inti.

Penggunaan inflasi inti sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi inti dapat memberikan signal yang tepat dalam memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai contoh, dalam hal terjadi gangguan permintaan (demand shock) yang mengakibatkan inflasi tinggi, respon bank sentral akan mengetatkan uang beredar sehingga tingkat inflasi dapat ditekan. Disamping itu, kebijakan tersebut dapat juga untuk menyesuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai dengan kapasitas perekonomian. Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena terjadinya gangguan penurunan di sisi penawaran (supply side), misalnya kenaikan harga makanan karena musim kering maka kebijakan uang ketat justru dapat memperburuk tingkat harga dan pertumbuhan ekonomi. Respon yang dapat dilakukan oleh bank sentral adalah kebijakan melonggarkan likuiditas perkonomian justru diperlukan untuk menstimulir peningkatan penawaran.
Inflasi  yang akan dipakai BI dalam menetapkan targetnya adalah BI menetapkan IHK sebagai targetnya, seperti yang diterapkan di semua negara yang menganut sistem target inflasi secara eksplisit. Ada beberapa alasan yang mendasari dipilihnya IHK sebagai target bank sentral, baik dari sisi teoritis maupun dari segi kepraktisannya. Kelebihan digunakannya IHK ini antara lain adalah merupakan alat ukur yang paling tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena IHK mengukur indeks biaya hidup konsumen. Seperti yang berlaku pada negara-negara lain institusi yang bertugas mengumpulkan data statistik selalu memfokuskan sebagian besar sumber dayanya untuk menghasilkan data IHK yang reliable dibandingkan indeks harga lainnya, sehingga hasil pengukuran IHK selalu memiliki kualitas yang lebih baik dan selalu tersedia secara tepat waktu.
Tekanan terhadap angka inflasi dapat dibagi dua Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi dapat dibedakan atas domestic pressures (berasal dari dalam negeri) dan external pressures (berasal dari luar negeri). Tekanan yang berasal dari dalam negeri dapat diakibatkan oleh adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan serta kebijakan yang diambil oleh instansi lain di luar BI, misalnya kebijakan penghapusan subsidi pemerintah, kenaikan pajak, dll. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul apabila terjadi musim kering yang mengakibatkan gagal panen, terjadinya bencana alam, gangguan distribusi tidak lancar dan adanya kerusuhan-kerusuhan sosial yang berakibat terputusnya pasokan dari luar daerah. Gangguan dari sisi permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter menerapkan kebijakan uang longgar.

sumber : http://putracenter.net/2009/01/15/peranan-bank-indonesia-dalam-pengendalian-inflasi/